...saat ini belum ada laporan...

Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) masih menunggu laporan dari istri pertama mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Mabes Polri, Irjen Pol Djoko Susilo terkait pernikahannya dengan Dipta Anindita.

Irwasum Polri, Komjen Pol Fajar Prihantoro, mengiyakan kalau anggota Polri tidak boleh memiliki istri lebih dari satu.

"Kalau istri pertamanya mengadu (maka tidak boleh--red) dan saat ini belum ada laporan," kata Fajar seusai mengikuti rapat kerja (raker) Kapolri dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara II Komplek DPR/MPR Jakarta, Rabu.

Irwasum masih menunggu laporan dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dan dilihat bagaimana yang bersangkutan menafkahi dan belum ada tindakan dari Polri terkait pelanggaran kode etik.

"Sekarangkan masih diproses di KPK, jadi tidak bisa diambil," kata Fajar.

KPK sudah menyita fotocopy dokumen pernikahan Dipta Anindita dan Irjen Djoko Susilo. KPK mengambilnya dari KUA Grogol, Sukoharjo, Surakarta.

KPK hari ini melakukan pemeriksaan terhadap Dipta dan telah melakukan pencekalan terhadap mantan Putri Solo 2008 ke luar negeri.

Dalam kasus simulator, KPK menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka pada 27 Juli 2012 bersama dengan Kakorlantas Irjen Polisi Djoko Susilo, Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo (Wakil Kepala Korlantas non-aktif), Budi Susanto selaku Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (CMMA), perusahaan pemenang tender pengadaan simulator dan Sukotjo S Bambang sebagai Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (ITI) yang menjadi perusahaan subkontraktor dari PT CMMA.

Satu tersangka yaitu Sukotjo S. Bambang telah divonis penjara selama 2,5 tahun di rutan Kebon Waru Bandung atas perkara terpisah karena diduga menggelembungkan nilai proyek terkait simulator.

Jenderal bintang dua tersebut disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP tentang penyalahgunaan wewenang dan perbuatan memperkaya diri sehingga merugikan keuangan negara dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun.

KPK menghitung bahwa kerugian negara sementara adalah Rp100 miliar dari total anggaran Rp196,8 miliar.
(*)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013