Pangkalpinang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencanangkan program terobosan "Gule Kabung" guna menekan pernikahan dini, stunting dan kemiskinan di daerah penghasil bijih timah tersebut. Gule Kabung merupakan kependekan dari Gubernur Langsung Eksekusi Kerja Bersama Membangun Bangka Belitung.

Angka pernikahan dini di Kepulauan Bangka Belitung (Babel) pada 2020 masih cukup tinggi, mencapai 18,78 persen atau menduduki urutan pertama dari 34 provinsi di Indonesia. Sedangkan pada 2021 angka turun menjadi 14,05 persen.

Beberapa faktor utama tingginya angka pernikahan dini atau pernikahan di usia muda ini adalah disebabkan oleh rendahnya tingkat ekonomi dan pergaulan bebas. Kecenderungan pernikahan di usia muda yang cukup tinggi ini juga sebagai penyumbang terbesar terhadap angka perceraian dan stunting di Kepulauan Babel. Dampaknya, banyak para remaja menderita gangguan mental, depresi.

Selain itu, hal ini juga berdampak pada sosial ekonomi. Perempuan yang menikah saat berumur kurang dari 18 tahun berkesempatan 4 kali lebih kecil dalam menyelesaikan pendidikan pada sekolah menengah atas (SMA) dibandingkan dengan menikah 18 tahun ke atas.

Berdasarkan data BPS Provinsi Kepulauan Babel, sebanyak 44,9 persen paling banyak hanya menyelesaikan pendidikan SMP atau sederajat. Perempuan yang menikah sebelum 18 tahun hampir 2 kali lebih banyak bekerja di pertanian atau perkebunan dibanding yang menikah di atas 18 tahun.

Sementara itu, data Kementerian PPN/Bappenas, tingkat kematian ibu yang disebabkan mengalami komplikasi akibat kehamilan dan melahirkan, penyumbang angka kedua terbesar berasal dari anak perempuan dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun. Dampak selanjutnya, ibu yang melahirkan muda juga rentan mengalami kerusakan sistem reproduksi.

Penjabat Gubernur Kepulauan Babel, Suganda Pandapotan Pasaribu, melalui Program Gule Kabung melakukan terobosan untuk mencegah pernikahan dini, stunting, kemiskinan dan dampak sosial lainnya.

Pada program Gule Kabung ini ada lima program di dalamnya. Pertama, percepatan penurunan angka stunting dan malnutrisi pada anak merupakan salah satu dampak dari pernikahan dini ini. Kedua, pengentasan kemiskinan ekstrem, ketiga pengendalian inflasi serta mendorong iklim usaha yang produktif. Keempat meneruskan program-program strategis yang telah dibentuk dan dijalankan oleh gubernur atau j gubernur sebelumnya dalam upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat.

Program Gule Kabung kelima, mengutamakan nilai-nilai akuntabilitas, transparansi, dan kredibilitas dalam rangka mewujudkan good governance dan clean governance, juga sebagai wujud komitmen untuk menegakkan integritas.

Melalui program Gule Kabung ini, Pemprov Babel melibatkan semua stakeholder yang ada di pemerintah daerah baik itu forkompinda, instansi vertikal, maupun para kepala UPTD .

Kepala BKKBN Provinsi Kepulauan Babel, Fazar Supriadi, menjelaskan bahwa pernikahan usia dini ini sebagai pemicu kasus stunting. Prevalensi balita stunting berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) kabupaten/kota di Provinsi Kepulauan Babel pada 2021 sebesar 18,6 persen. Prevalensi stunting tertinggi di Bangka Barat 23,5 persen dan terendah Belitung 13,8 persen.

BKKBN telah melakukan berbagai upaya lintas sektoral untuk menekan stunting ini. Namun demikian, tantangannya adalah masih tingginya angka perkawinan usia muda, terutama di Bangka Barat. Hasil penelitian, sebanyak 73 dari 100 keluarga stunting di Kabupaten Bangka Barat yang dilakukan penelitian berasal dari pasangan perkawinan usia muda.

Untuk menekan perkawinan usia muda, Satgas PPA Provinsi Kepulauan Babel, Dr Kartika Sari, M.Pd.I. mengatakan bahwa pemerintah melalui BKKBN pada 2022 telah membuat program untuk menekan angka pernikahan anak di usia muda yaitu dengan pendewasaan usia perkawinan (PUP).

Menurut Undang-Undang terdahulu Nomor 1 Tahun 1974 usia perkawinan untuk laki-laki 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Sedangkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 menjelaskan bahwa usia yang diizinkan untuk menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.

Merujuk kepada Undang-Undang tersebut BKKBN merekomendasikan untuk usia pernikahan minimal 25 tahun dan perempuan minimal 21 tahun. Pendewasaan usia perkawinan ini merupakan upaya untuk meningkatkan usia nikah pertama sehingga mencapai usia minimal di atas.

Alasannya, karena umur 25 dan 21 tahun ini dianggap sudah matang dan siap untuk berumah tangga. Dengan adanya program ini diharapkan para generasi muda memiliki kesiapan usia, kesiapan fisik, kesiapan mental, kesiapan finansial, kesiapan moral, kesiapan emosi, kesiapan sosial, kesiapan interpersonal, keterampilan hidup, dan kesiapan intelektual.

Program pendewasaan usia perkawinan ini merupakan solusi dan terus dikampanyekan baik kepada orang tua maupun pendidik dan para remaja secara luas.


Optimalisasi peran orang tua

Menekan angka pernikahan usia muda merupakan kewajiban bersama. Tingginya angka pernikahan di usia muda atau pernikahan dini tidak terlepas dari optimalisasi orang tua dalam menjalankan perannya.

Orang tua adalah orang yang paling dekat dan tentunya memahami tumbuh kembang anak. Orang tua juga merupakan pendidik utama dan pertama, sehingga orang tua harus bertanggungjawab penuh terhadap tumbuh kembang anak, termasuk memberikan perhatian ekstra terhadap anak pada masa perkembangannya.

Tanggung jawab orang tua harus menyeluruh baik secara fisik dan psikis. Upaya berkesinambungan yang wajib dilakukan oleh orang tua adalah mempelajari dan mengenal fase-fase yang akan dilewati anak mulai dari anak usia dini sampai pada anak menjadi remaja-dewasa awal.

Menurut beberapa ahli, ada beberapa fase yaitu fase di usia dini dari 0 hingga 6 tahun, fase anak-anak dari usia 7 hingga 10 tahun dan fase remaja dari 11 hingga 14 tahun. Pada fase usia dini ini anak mulai banyak bertanya dan ingin tau tentang banyak hal. Dengan demikian orang tua harus menjadi pendidik yang sabar dalam menghadapi anak dengan memberikan jawaban-jawaban yang dapat dipahami oleh anak.

Pada fase remaja atau dewasa muda ini, anak sudah mulai berubah baik secara fisik, kognitif dan juga sosial. Anak mulai memiliki otonomi artinya anak tidak mau lagi bergantung kepada orang tua atau cenderung ingin melepaskan diri dari kedua orang tua.

Untuk menanggulangi ini orang tua harus dapat menyeimbangkan dan mempertahankan hubungan anak dengan keluarga. Komunikasi sangat penting dilakukan oleh anak dan membangkitkan kepercayaan sang anak.

Penelitian menyebutkan bahwa orang tua yang tetap menjalin serta mempertahankan komunikasi yang baik dengan anak akan lebih baik dalam sosialnya dan anak tidak melakukan hal-hal yang negatif, ketimbang orang tua yang tidak menjaga komunikasi pada masa remaja sampai dewasa muda.

Orang tua juga harus memberikan pemahaman kepada anak tentang bagaimana bergaul dengan lingkungannya. Di samping itu yang tak kalah pentingnya orang tua harus memberikan keteladanan kepada anak, karena bagaimanapun keteladanan adalah sekolah terbaik bagi anak.

Selanjutnya, orang tua juga wajib memperbarui informasi terkait persoalan-persoalan remaja saat ini termasuk informasi tentang pernikahan di usia muda, faktor penyebab dan cara menanggulanginya.

Orang tua dapat menekankan kepada anak bagaimana menempuh pendidikan untuk masa depannya. Anak juga perlu diberikan pemahaman tentang usia yang matang bagi anak untuk melangsungkan pernikahan dan tanggung jawab apa saja yang harus dimiliki anak agar mampu membina mahligai rumah tangga nantinya.

Membiarkan sang anak tumbuh sendiri bersama lingkungan sosialnya, tanpa mengoptimalisasi pengawasan, maka akan menyebabkan munculnya berbagai bentuk perilaku negatif.

Dengan demikian, optimalisasi peran orang tua dalam mendidik tentunya akan dapat membangun generasi muda yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi, karena generasi muda merupakan aset daerah atau agen perubahan dalam membangun sebuah peradaban. Program Gule Kabung diharapkan mampu memfasilitasi hal itu sehingga bisa menekan angka pernikahan dini, dan dapat menyiapkan pernikahan yang matang di kemudian hari.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023