Gurun Kubuqi, Mongolia Dalam (ANTARA) - Sekawanan pekerja berseragam biru dongker duduk-duduk di pinggir jalan setapak menuju puncak bukit tertinggi di Gurun Kubuqi di barat daya China.
Komando yang mereka tunggu-tunggu dari ketua kelompok tak kunjung datang.
Itulah yang membuat mereka santai sesantainya sambil mengisap dalam-dalam asap rokok di mulutnya.
Pimpinan mereka memang sedang sibuk memandu para tamu dari kalangan jurnalis asing yang tergesa-gesa ingin menuju puncak gurun pasir yang tingginya hanya sekitar 60 meter.
Tidak terlalu tinggi memang, tapi dari puncak itu hampir seluruh areal Kubuqi yang berada di cekungan Kabupaten Ordos, Daerah Otonomi Mongolia Dalam, terlihat dengan jelas.
Apalagi pada Rabu (31/5/2023) pagi itu cuaca sangat cerah, sehingga kilauan emas pasir gurun terlihat sangat jelas dipandang mata.
Total areanya yang mencapai 18.600 kilometer persegi menjadikan Gurun Kubuqi sebagai gurun terluas ketujuh di China.
Bentuknya yang memanjang 400 kilometer dari timur ke barat dan 50 kilometer dari utara ke selatan itu menyerupai naga kuning yang melintang di sisi barat daya dataran tinggi Ordos.
Dalam beberapa tahun, Gurun Kubuqi menjadi biang munculnya badai pasir dan debu di kawasan Beijing-Tianjin-Hebei.
Hampir setiap menjelang musim panas beberapa daerah di wilayah utara China sering kali dilanda badai pasir dan debu.
Tiupan angin kencang menerbangkan partikel pasir dan debu di perbatasan China-Mongolia, terutama Gurun Gobi dan Gurun Kubuqi, hingga menyelimuti kota-kota penting di wilayah utara daratan Tiongkok itu.
Terakhir badai pasir terbesar terjadi pada April lalu yang hampir melumpuhkan aktivitas warga Kota Beijing.
Penghijauan adalah sebuah pilihan yang tidak ada duanya dalam upaya mengurangi potensi bencana tersebut. Apalagi China telah menandatangani Kesepakatan Paris (COP 21) terkait perubahan iklim.
Gurun Kubuqi menjadi satu-satunya gurun di dunia yang didesain oleh Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Zona Demonstrasi Ekologi dan Ekonomi Gurun Global.Desa Gurun
Para pekerja sudah memperlihatkan kesibukannya, tidak lagi berleha-leha seperti tadi.
Dua di antara mereka mendemonstrasikan cara bercocok tanam di lahan gurun yang gersang di depan para awak media asing.
"Oh, jadi begini caranya," celetuk seorang jurnalis dari salah satu media terkemuka di Jepang, menyaksikan dua orang pekerja menanam pohon tanaman keras.
Seorang dari mereka menggali lubang tanah dengan alat bor, sedangkan seorang kawannya memasukkan batang bibit pohon. Kolaborasi kedua orang pekerja tadi perlu waktu kurang dari 10 detik untuk menanam satu batang bibit pohon.
Dengan jumlah pekerja delapan hingga sepuluh orang, maka dalam beberapa menit saja mereka sudah mampu menanam puluhan bahkan ratusan batang pohon tertanam di petak-petak di padang pasir nan luas itu.
Air adalah kebutuhan vital. Tanpa air mustahil pohon-pohon tersebut dapat tumbuh subur di lahan yang gersang.
Oleh karena itu, ribuan meter selang warna hitam ditemukan menjuntai di gurun yang lokasinya berada di sekitar 800 kilometer di sebelah barat ibu kota China di Beijing.
Penghijauan yang tujuan utamanya adalah untuk mengurangi penggurunan atau desertifikasi Kubuqi sudah berlangsung hampir 30 tahun.
Sampai saat ini sekitar 6.000 kilometer persegi lahan di Gurun Kubuqi sudah berhasil dihijaukan.
Lahan cakupan forestrasinya meningkat dari 0,8 persen pada 2002 menjadi 15,4 persen pada 2020.
Cakupan vegetasinya juga meningkat dari 16,2 persen menjadi 65 persen selama periode tersebut.
Penghijauan bukan satu-satunya tujuan, melainkan ada dampak ikutan yang memberikan manfaat secara ekonomi bagi warga sekitar.
Program tersebut memang sarat nilai investasi. Elion sebagai perusahaan swasta yang bergerak di bidang pelestarian ekologi telah menginvestasikan dananya senilai 38 miliar Yuan atau sekitar Rp79,2 triliun untuk merealisasikan proyek tersebut di Gurun Kubuqi sejak 1988.
Tanpa campur tangan pemerintah, mustahil di China program tersebut dapat berjalan. Kolaborasi pemerintah-swasta macam pemerintah China dengan Elion itu menjadi contoh model kerja sama pelestarian lingkungan global yang berkesinambungan.
Kolaborasi tersebut juga dianggap berhasil mengentaskan 102.000 jiwa warga yang bekerja sebagai petani dan penggembala dari jurang kemiskinan.
"Dalam beberapa dekade program penghijauan, padang rumput yang lama menghilang telah tumbuh lagi," kata Mengke Dalai, seorang penggembala yang ditemui di kampung halamannya di Desa Daotu, Selasa (31/5).
Pria dari latar belakang etnis minoritas Mongol yang beternak sapi dan domba di areal Gurun Kubuqi itu mengaku ekonomi keluarganya sudah membaik.
Siang itu dia sangat bersuka cita menyambut para tamunya yang berasal dari berbagai negara.
Mereka mempersilakan para tamunya masuk "ger" atau rumah tradisional berbentuk tenda yang digunakan oleh Suku Mongol sejak ribuan tahun silam.
Di dalam rumah sudah disediakan beraneka ragam makanan khas Mongol yang bahan utamanya tepung dan susu.
Sup campuran susu dan daging sapi yang disajikan di atas tungku sangat diminati oleh para tamunya.
Anggota keluarga Dalai beberapa kali menuangkan susu sapi murni ke dalam panci yang makin panas oleh perapian di tungku kecil itu yang terus menyala.
Dari raut wajahnya dia tampak senang ketika para tamu asingnya terus menambah mangkuk kecilnya dengan sup susu segar yang kehangatannya sampai ke ubun-ubun di tengah embusan angin kencang di perkampungan gurun itu.
Namun permukiman warga di Desa Daotu terang benderang pada malam meskipun di tengah-tengah gurun. Kebutuhan energi listrik warga telah tercukupi dengan baik.
Selain dihijaukan dengan aneka tanaman keras, Gurun Kubuqi juga menjadi ladang fotovoltaik yang menghasilkan energi listrik dari pembangkit tenaga surya.
Dalam satu tahun, wilayah itu disinari matahari selama lebih dari 3.180 jam sehingga sangat memungkinkan dibudidayakan sebagai penghasil energi listrik dengan menerapkan teknologi fotovoltaik tadi.
Data Elion menyebutkan bahwa panel surya yang dipasang di permukaan Gurun Kubuqi itu telah mampu memproduksi 1,25 miliar kWh dengan nilai pendapatan per tahun menembus angka 800 juta Yuan (Rp1,6 miliar).
Belum lagi dari sektor pariwisata karena di tengah-tengah gurun itu juga terdapat danau yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Embusan angin di puncak gurun makin kencang. Beberapa jurnalis asing menikmati suasana itu, bahkan awak media dari Italia, Inggris, Austria membuat laporan siaran langsung di tengah embusan angin yang sangat kencang sehingga menambah suasana dramatis di puncak gurun.
Waktu yang disediakan oleh panitia pun molor dari yang sebelumnya 1,5 jam menjadi 2,5 jam. Jadwal makan siang di sebuah hotel megah yang dibangun Elion di tengah gurun itu juga ikut mundur.
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2023