Washington (ANTARA) - Mantan Presiden AS Donald Trump menghadapi gugatan hukum baru karena diduga menyimpan dokumen rahasia secara ilegal.
Gugatan tersebut datang dari pemerintah yang pernah dipimpinnya.
Dia juga dituduh menghambat penyelidikan dan kejahatan-kejahatan lain yang diperkirakan akan diungkapkan pekan depan di pengadilan federal di Miami.
Gugatan terhadap Trump dalam kasus federal itu belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS.
Gugatan itu juga muncul ketika Trump menjadi kandidat yang diunggulkan Partai Republik sebagai calon presiden dalam pemilihan tahun depan.
Trump menghadapi tujuh dakwaan pidana terkait perlakuannya terhadap materi sensitif milik pemerintah yang dia bawa saat meninggalkan Gedung Putih pada Januari 2021, menurut sumber mengetahui masalah ini.
Penyidik menyita sekitar 13.000 dokumen dari Mar-a-Lago, kompleks kediaman Trump di Palm Beach, Florida, hampir setahun lalu.
Seratus dokumen di antaranya berstatus rahasia, tetapi pengacara Trump pernah mengatakan bahwa semua dokumen rahasia telah dikembalikan kepada pemerintah.
Trump sebelumnya mengatakan bahwa dia telah mencabut status rahasia dokumen-dokumen itu saat menjadi presiden, tetapi pengacaranya menolak mengajukan argumen itu dalam berkas-berkas di pengadilan.
"SAYA ORANG YANG TIDAK BERSALAH" kata Trump di media sosial miliknya, Truth Social, pada Kamis, setelah mengumumkan bahwa dia telah digugat.
Pengacaranya, Jim Trusty, mengatakan kepada CNN bahwa dakwaan-dakwaan itu mencakup konspirasi, pernyataan palsu, menghalangi keadilan, dan menyimpan dokumen rahasia secara tidak sah menurut Undang-Undang Spionase.
Dia mengaku berharap dapat melihat berkas gugatan tersebut pada Selasa, saat Trump dijadwalkan hadir di pengadilan.
Trump adalah presiden atau mantan presiden AS pertama yang dihadapkan pada gugatan hukum pidana.
Kasus tersebut adalah kasus pidana kedua yang dia hadapi. Dia dijadwalkan akan diadili di New York pada Maret mendatang dalam kasus pidana terkait pembayaran "uang tutup mulut" kepada seorang bintang film porno.
Masalah hukum yang dihadapi Trump ternyata tidak mengurangi popularitasnya di kalangan pendukung partai Republik, menurut survei Reuters/Ipsos.
Pesaing-pesaing beratnya sejauh ini ikut menyebut kasus itu memiliki "motif politik".
Trump menjabat sebagai Presiden AS pada 2017-2021. Dia telah menunjukkan kemampuannya menghadapi berbagai kontroversi, yang mungkin akan menghancurkan politisi lainnya.
Dia menggambarkan dirinya sebagai korban "perburuan penyihir" dan menuduh Departemen Kehakiman memihak secara politik.
Konselor Khusus Jack Smith, yang mengepalai penyelidikan kasus itu, juga sedang memimpin penyelidikan kedua terhadap upaya Trump membatalkan kekalahannya dari Joe Biden dalam pemilihan presiden 2020.
Sebagai konselor khusus, Smith diberi kebebasan oleh Departemen Kehakiman untuk menyelidiki kasus-kasus yang sensitif secara politik.
Trump juga menghadapi penyelidikan pidana lain di Georgia terkait upayanya untuk membatalkan kekalahan dari Biden di negara bagian tersebut.
Smith membentuk kelompok juri di Washington dan Miami untuk memeriksa bukti.
Namun, dia memilih membawa kasus itu ke Florida yang kompetitif secara politik, bukan ke Washington, di mana juri kemungkinan besar akan didominasi oleh pendukung Demokrat.
Menurut hukum federal, terdakwa berhak digugat di tempat kegiatan yang dituduhkan terjadi.
Penuntutan di Florida, menurut para pakar hukum, dapat mencegah masalah hukum yang berlarut-larut dari tim pembela Trump soal tempat yang sesuai.
Belum diketahui siapa hakim yang akan menangani kasus tersebut, yang menjadi faktor penentu kapan persidangan akan digelar.
Pemilihan calon presiden dari Republik di setiap negara bagian akan dimulai awal tahun depan. Partai tersebut pada Juli dijadwalkan akan menentukan siapa calon mereka untuk pemilihan presiden November 2024.
Jika terpilih lagi sebagai presiden, Trump akan memiliki kekuasaan untuk menghentikan kasus pidana federal terhadap dirinya, tetapi dia tidak bisa menghentikan kasus di tingkat negara bagian.
Sumber: Reuters
Penerjemah: Anton Santoso
Editor: Rahmad Nasution
Copyright © ANTARA 2023