Jakarta (ANTARA News) - Komisi II DPR RI menganggap penting pembahasan rancangan undang-undang (RUU) tentang Pertanahan karena undang-undang (UU) tersebut dinilai dapat menjadi solusi bagi berbagai masalah pertanahan di Indonesia.

"RUU tentang pertanahan ini memang inisiatif dari Komisi II yang sudah dirumuskan sejak 2012. RUU ini bila sudah menjadi undang-undang bertujuan untuk menggantikan sekaligus memperbarui UU Pokok Agraria No.50 tahun 1960 yang sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi masalah pertanahan di zaman sekarang," kata Wakil Ketua Komisi II DPR Abdul Hakam Naja di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, dalam RUU Pertanahan akan dibahas dan diatur cara penanganan terhadap sengketa tanah yang terjadi antara masyarakat, badan usaha, instansi pemerintahan, dan negara.

"Dengan maraknya konflik dan persengketaan tanah di beberapa daerah, baik antara masyarakat dengan perkebunan, pertambangan, atau lembaga tertentu maka diperlukan undang-undang pertanahan sevagai solusi untuk hal-hal seperti itu," ujarnya.

Selanjutnya, dia mengatakan UU Pertanahan itu nantinya dapat menjadi penghubung antara undang-undang sektoral yang terkait dengan pertanahan, seperti undang-undang tentang pertanian, kehutanan, pertambangan, dan tanah untuk pembangunan jalan.

"Dalam hal ini UU Pertanahan berfungsi menjembatani antara undang-undang sektoral yang satu dengan yang lain, tentunya yang berhubungan dengan soal pertanahan," kata Hamka Naja.

Dia menambahkan, dalam RUU Pertanahan yang sedang dirumuskan itu, Komisi II juga akan mengatur mengenai jumlah luas tanah yang akan diberikan dalam Hak Guna Usaha suatu perusahaan dan posisi masyarakat dalam hal itu.

"Ini sedang kami coba rumuskan dalam pembahasan RUU Pertanahan sehingga nanti ada kejelasan regulasi tentang HGU, dan pengaturan nanti tidak cukup hanya dengan SK menteri," jelasnya.

"Karena bila hanya dengan SK menteri, peraturan bisa menjadi sangat fleksibel. Kalau seorang menteri bisa mengubah HGU hingga sebuah perusahaan dapat menguasai ratusan ribu hektar tanah, ini kan melanggar prinsip keadilan," lanjutnya.

Selain itu, dia menyampaikan UU Pertanahan juga terkait dengan pemanfaatan tanah bagi kesejahteraan rakyat, dimana tanah-tanah yang terlantar dan tidak dimanfaatkan akan dapat diambil alih oleh negara untuk diredistribusikan kepada masyarakat, khususnya bagi para petani dan orang-orang yang tidak mempunyai tanah untuk mendirikan tempat tinggal.

Namun, dia mengatakan tanah yang diberikan oleh negara kepada masyarakat tersebut tidak dapat dipindah tangan ataupun diperjualbelikan kembali.

"Dalam UU Pertanahan akan kami upayakan petani dan masyarakat dapat mengoptimalkan penggunaan tanah. Jadi, masyarakat tidak lagi memiliki tanah pemberian negara itu hanya untuk diperjualbelikan lagi atau disewakan," kata Hamka Naja.

(Y012/S023)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013