Jakarta (ANTARA) -
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berkolaborasi dengan Komisi Informasi Pusat (KIP) untuk mengajak seluruh pelaku usaha di bidang obat dan makanan agar aktif melakukan keterbukaan informasi kepada masyarakat.
 
"Keterbukaan informasi termasuk bagian dari sistem pemerintahan yang bersih dan transparan, karena berani membuka diri itu bagian dari sistem pengawasan SISPOM, ada tiga lapisan, tanggung jawab BPOM, tanggung jawab pelaku usaha, dan tanggung jawab konsumen sebagai masyarakat yang cerdas dan berdaya saing," kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Rita Endang pada forum edukasi yang diselenggarakan di kantor BPOM, Jakarta Pusat, Jumat.  
 
Kolaborasi BPOM dan KIP ini adalah kali pertama, yang membuat BPOM berkomitmen untuk terus memberikan layanan publik dan informasi kepada para pelaku usaha dan masyarakat secara transparan.    

Selain itu, juga mendorong para pelaku usaha untuk juga berperan aktif menciptakan ekosistem keterbukaan informasi yang layak demi peningkatan daya saing industri obat dan makanan.
 
"Output dari kolaborasi ini jelas, bahwa bagi para stakeholder, kami akan menyediakan informasi yang optimal, begitu pula sebaliknya, sehingga ini harus ada menjadi sebuah ekosistem. Adanya informasi yang kami berikan, agar dapat dimanfaatkan maksimal oleh para pelaku usaha," ujar Rita.  
 
"Jadi jangan sekedar ada informasi di website, kemudian telepon lagi ke BPOM, tetapi manfaatkan informasi yang ada karena kami sudah jelas di bawah monitor KIP," lanjutnya.
 
Rita menegaskan, ada tiga tujuan utama diselenggarakannya forum edukasi ini, pertama, yakni meningkatkan kesadaran atau awareness pelaku usaha akan haknya, bahwa ada hak yang dimiliki para pelaku usaha untuk mendapatkan informasi, meskipun secara regulasi ada informasi yang tidak bisa disebarluaskan, misalnya informasi tentang audit pengawasan.
 
Kedua, yakni sebagai sarana sosialisasi BPOM kepada para pelaku usaha tentang standar layanan informasi di BPOM, mulai sertifikasi, registrasi, alur layanan, serta mengoptimalkan layanan halo BPOM yang merupakan bagian dari standar layanan informasi.
 
Ketiga yakni meningkatkan keterlibatan atau engagement para pelaku usaha, mendorong pelaku usaha bersama BPOM untuk melindungi informasi yang dimiliki bersama, sekaligus menjadikan pelaku usaha sebagai kepanjangan tangan BPOM untuk mengedukasi masyarakat agar tidak terjadi misinformasi.
 
"Sudah banyak bermunculan lagi hoaks di tengah masyarakat, misalnya di dalam kapsul ada paku, itu sudah diklarifikasi 10 tahun lalu, tetapi muncul lagi, nah ini bukan hanya tugas BPOM, tetapi juga para pelaku usaha sebagai kepanjangan tangan untuk meluruskan informasi yang salah ini kepada masyarakat," tuturnya.
 
Rita juga menegaskan bahwa seluruh kanal layanan informasi, standar, dan sertifikasi sudah ada di BPOM, dan jika para pelaku usaha merasa penjelasan yang tertera terlalu sulit dipahami, dapat mengajukan hak bicara.
 
Selain itu, ia juga menekankan para pelaku usaha yang telah memiliki izin edar untuk terus meningkatkan kepercayaan masyarakat dan mengemban tanggung jawab tersebut sebagai amanah yang haris dijaga secara berkelanjutan.
 
"Tanggung jawab pelaku usaha, supaya sama-sama memahami, kalau sudah punya izin edar, suplemen kesehatan dan kosmetik, itu adalah tanggung jawab. Bukan hanya registrasi, lakukan itu sepanjang life cycle karena itu tanggung jawab, kerja sama sepanjang life cycle betul-betul lakukan sesuai ketentuan yang telah disepakati," jelas Rita.

Baca juga: BPOM tindak admin "Apotek Resmi" pengedar obat dan makanan ilegal

Baca juga: BPOM terbitkan pedoman mitigasi efek samping etilen oksida

Baca juga: BPOM pimpin diplomasi permudah pasokan pangan hewani ke Arab Saudi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023