Dia mengatakan, diperlukan perubahan pola pengelolaan sampah, dari pola kumpul-angkut-buang menjadi pemanfaatan sampah sebagai sumber daya.
Heru menjelaskan, kerja sama ini dilatarbelakangi permasalahan sampah di DKI Jakarta mengingat Jakarta dapat menghasilkan sampah lebih dari 7.500 ton per harinya.
Sehingga, kata dia, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berupaya menyediakan berbagai jenis fasilitas pengolahan sampah, baik fasilitas pengolahan yang menghasilkan Refused Derived Fuel (RDF) maupun fasilitas pengolahan BBJP seperti yang dikerjasamakan dengan PLN ini.
Bahkan, PLN turut mendukung pembangunan fasilitas tersebut melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).
Baca juga: Jakarta Barat resmikan Bank Sampah di Kembangan
Heru menambahkan, kerja sama ini juga dalam rangka mengelola lingkungan, terutama sampah yang harus diselesaikan secara kolektif dan didukung oleh masyarakat Jakarta.
"Jakarta merupakan barometer nasional sehingga menjadi contoh dalam pengelolaan sampah yang baik agar sampah dapat menjadi sumber daya, sekaligus meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca," ujar Heru.
Direktur Utama PT PLN (Persero) Darmawan Prasodjo mengapresiasi kerja sama ini,l karena PT PLN akan mendapat tambahan BBJP dari Jakarta. "Secara prinsip, kami ingin memastikan kehidupan generasi masa depan lebih baik lagi," katanya.
Salah satu yang dilakukan saat ini adalah mengatasi pemanasan global atau efek rumah kaca melalui transisi energi dari fosil ke energi terbarukan. "BBJP ini adalah bagian dari energi terbarukan karena nol emisi. Sehingga, BBJP ini dapat menjadi salah satu solusinya," kata Darmawan.
Baca juga: DLH DKI sebut pengolahan sampah RDF lebih efisien ketimbang ITF
Baca juga: Jakpro-Pasar Jaya sepakati Pasar Kramat Jati untuk lokasi proyek FPSK
Darmawan menegaskan, PT PLN (Persero) berkomitmen dalam transisi energi di Indonesia melalui peningkatan bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
Hal itu telah dilakukan dengan berbagai inisiatif, misalnya PLN sudah membuat roadmap untuk beralih ke energi hijau sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Adapun targetnya adalah 51,6 persen tambahan pembangkit berbasis EBT atau sekitar 20,9 gigawatt (GW) hingga 2030, termasuk menggunakan BBJP dari hasil pengolahan sampah sebagai "co-firing" PLTU.
"Co-firing" merupakan proses pembakaran pada PLTU menggunakan batubara dan campuran bahan bakar biomassa pada waktu bersamaan dengan rasio tertentu.
Pewarta: Siti Nurhaliza
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2023