Jakarta (ANTARA News) - Komisi IV DPR mendesak Perum Perhutani untuk melakukan moratorium (penghentian sementara penebangan kayu) dalam rangka penyelamatan hutan di Pulau Jawa. "Selama ini Perhutani juga mempunyai andil dalam berbagai bencana alam yang terjadi akhir-akhir ini seperti banjir bandang di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta longsor di Jawa Barat," kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Fachri Andi Leluasa di DPR, Selasa, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IV DPR dan Perum Perhutani. Dia mengatakan, Perum Perhutani bertugas untuk mengelola 2,4 juta hutan di Jawa, baik hutan produksi maupun hutan lindung, namun tugas itu belum dilakukan secara optimal. Sesuai amanat undang-undang maupun PP 40/2000, tambahnya, Perum Perhutani bertugas melaksanakan fungsi ekologi, ekonomi dan fungsi sosial. Ketiga fungsi ini harus dijalankan secara seimbang. Namun dalam pengamatan Dewan, kata Andi, Perum Perhutani lebih cenderung melaksanakan fungsi ekonomi. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan pelaksanaan tugas, karena lebih banyak mengekploitasi hutan jati di Jawa, tambahnya. Fachri mengusulkan pengelolaan hutan kayu jati dikembalikan kepada kondisi seperti sedia kala. "Umur kayu jati yang bagus antara 60-80 tahun, karena itu penebangan dilakukan pada usia itu, jangan sampai kurang. Penebangan selektif ini pernah dilakukan pada tahun 70-an dan terbukti tidak terjadi bencana banjir maupun tanah longsor," katanya. Dengan hutan yang lebat dengan diameter yang besar, tambahnya, maka dipastikan akan bisa menahan daerah resapan air yang lebih baik. Hutan yang rimbun pasti akan menahan air hujan sehingga erosi dan banjir akan bisa dikurangi. Selama ini Perhutani memiliki andil dalam berbagai bencana itu. "Karena itu kami tidak ingin Perhutani dari hari ke hari menjadi beban dengan mendorong terjadinya banjir dan longsor itu," katanya. Dia juga berharap Perhutani melakukan berbagai upaya penghijauan, sehingga dalam penebangan harus diatur. "Konsekuensinya pendapatannya akan menurun, namun ini bisa diantisipasi dengan langkah-langkah antara lain lebih mengoptimalkan pendapatan dari non kayu jati seperti pinus, gondorukem dan karet. Apalagi harga komoditas ini di luar negeri sedang bagus," katanya. Dalam penebangan kayu jati, Komisi IV DPR mengharapkan paling tidak dengan tebang pilih, dengan memilih kayu jati yang berdiameter lebih dari 50 sentimeter, maka hal itu bisa menjaga kelestarian hutan. Dalam rangka ini pula, Komisi IV minta Perhutani melakukan kajian ilmiah berapa sebenarnya diameter kayu jati bisa ditebang sehingga bisa meminimalkan tingkat risiko bencana banjir dan longsor. Dalam kesempatan itu, sejumlah anggota Komisi IV sepakat mendesak Perhutani untuk melakukan moratorium penabangan kayu jati. Meski perusahaan ini meraih keuntungan cukup besar hingga Rp 500 miliar lebih selama periode 2001-2005, namun misi Perhutani menjaga kelestarian lingkungan tidak tercapai, kata Fachri. "Berarti Perhutani telah gagal mengemban tugasnya. Berbagai bencana yang terjadi di beberapa wilayah di Jawa telah menunjukkan kegagalan perhutani," tambah anggota Komisi IV DPR I Gde Sumarjaya Linggih dari Fraksi PDIP. Dirut perum Perhutani Transtoto Handadhari dalam penjelasannya mengatakan, pembalakan hutan secara besar-besaran terjadi sejak tahun 1998 dan hingga kini masih berlangsung. Tahun 2005, Perhutani mengalami kerugian sebanyak 519.315 pohon atau setara dengan Rp 69,7 miliar. Hasil dari pengamanan tahun 2005 dari sisa pencurian, temuan kayu, tangkapan dan penggeledahan barang bukti kayu sebanyak 56.712 m3 atau setara dengan Rp 24,6 miliar. Ditambahkan bahwa kerugian Perum Perhutani akibat terjadinya pencurian kayu selama 10 tahun terakhir (dari tahun 1996-2005) sebesar Rp 1,8 triliun.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006