Jakarta (ANTARA News) - Tujuh dari 11 anak buah kapal FV Shans 101 asal Indonesia masih hilang setelah kapal berbendera Rusia itu tenggelam di Shakalin, Rusia, Minggu (27/1/13), sedangkan empat orang lainnya selamat.

Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi Martakusumah di Jakarta Senin menyebutkan, tujuh ABK yang belum ditemukan itu, Hendra Scorpianto, Agustinus Sistaniapessy, Media Setiawan, Daskunah, Zaenal Arifin, Adi Pamuti, dan Puji Sulistyawan.

Sedangkan keempat ABK yang selamat dan telah kembali ke tanah air, kini dalam perawatan di Rumah Sakit Mulyasari, Jakarta. Mereka, Ferry Septiano (asal Palembang, Sumsel), Abdhul Muhamad Muksin (Kebumen, Jateng), Karjana (Palabuhan Ratu, Jabar), dan Nurhasim (Subang, Jabar).

Hanafi juga mengatakan pihaknya segera melaporkan pimpinan PT Rafa Global Marine ke Mabes Polri atas dugaan penempatan 11 ABK ke kapal FV Shans 101 berawak 30 orang itu secara ilegal.

Ia mengatakan awalnya ke-11 ABK itu akan dipekerjakan melalui agensi Jong Ming Trading namun mereka dipindahkan ke kapal nelayan tangkap ikan milik perusahaan Rusia, lalu terjadi musibah, kapal tersebut dihantam ombak di Laut Shakalin bersama dengan 19 ABK asal Rusia.

Menurut Hanafi, setelah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, pihaknya akan melaporkan PT Rafa ke Mabes Polri, namun masih memberikan kesempatan perusahaan itu untuk mengklarifikasi prosedur penempatan TKI.

PT Rafa, kata Hanafi, telah menempatkan para ABK bermoduskan perdagangan orang (trafficking) karena tidak jelas penyalurnya, negara penempatannya, dan perusahaan yang memakainya di luar negeri.

"Dokumen Perjanjian Kerja Laut (PKL) belum disahkan oleh Dirjen Hubungan Laut dan Syahbandar Tanjung Priok. ABK yang berangkat juga tidak disertai dengan kompetensi sebagaimana diatur pemerintah," katanya.

Hanafi menjelaskan, meski ke-11 ABK itu bukan merupakan anggota KPI namun pihaknya tetap akan memperjuangkan nasibnya termasuk hak-hak yang melekat seperti gaji hingga asuransi.

Hanafi menceritakan sebenarnya ia telah sepakat pada Senin (11/2) itu bersama Pimpinan PT Rafa, Higia Indarti, yang beralamat di Kavling Blok A VI/ 20 RT 009/02 Tugu Koja Utara, Jakarta Utara, memberikan penjelasan tentang prosedur yang dijalankannya dalam penempatan TKI, namun setelah dikonfirmasi oleh bagian legal KPI, Edison Hutasoin, Higia masih enggan hadir dengan alasan masih mengurus empat ABK yang dirawat di rumah sakit.

Ia menambahkan PT Rafa ternyata bukan merupakan PT yang sah untuk melakukan penempatan TKI dan nama perusahaan itu tidak terdaftar di BNP2TKI.

Pelanggaran lain, katanya, soal asuransi karena hingga kini belum tahu berapa ABK itu diasuransikan di kapal tangkap ikan Rusia padahal asuransi bagi ABK ini sesuai standar International Labour Organization (ILO) cukup besar, misalnya, jika mengalami kematian bisa mendapatkan asuransi hingga Rp300 juta sedangkan aturan

asuransi ABK yang ditetapkan pemerintah jika meninggal mendapat santunan kematian sebesar Rp150 juta.

"Kalau betul PT Rafa hanya menanggung biaya kematian sebesar Rp50 juta, jelas itu sangat jauh di bawah standar pemerintah," katanya.

Ke-11 ABK itu, katanya, dikontrak selama tiga tahun dan dijanjikan mendapat gaji per bulan sebesar 250 dolar AS plus bonus 80 dolar AS.

Kapal nelayan FV Shans 101 yang mengangkut 30 awak terdiri atas 19 warga Rusia dan 11 WNI tenggelam setelah dihantam gelombang besar di perairan Shakalin dana tim penyelamat Rusia hanya berhasil menemukan 21 awak termasuk empat ABK asal Indonesia.

(B009)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013