Denpasar (ANTARA) - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar mengajak masyarakat Bali untuk menghemat penggunaan air bersih guna mengantisipasi musim kemarau yang puncaknya diperkirakan Juli-Agustus 2023.
“Perlu melakukan langkah antisipasi, salah satunya hemat penggunaan air bersih,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Kamis.
Selain itu, BMKG menganjurkan pelaksanaan budi daya pertanian yang tidak membutuhkan banyak air.
Hingga 31 Mei 2023, daerah yang mengalami kemarau di Bali meluas dari tujuh zona pada 20 Mei menjadi 11 zona musim.
Baca juga: BMKG imbau seluruh pihak menghemat air seiring masuknya musim kemarau
Adapun 11 zona musim yang sudah mengalami kemarau, yakni sebagian besar Jembrana, Jembrana bagian barat dan Buleleng bagian barat.
Selanjutnya, Buleleng bagian utara, Buleleng bagian utara dan timur, Karangasem bagian utara, Karangasem bagian timur, Tabanan bagian tengah, Gianyar bagian selatan dan Badung bagian tengah, Gianyar bagian selatan, Klungkung bagian selatan, Karangasem bagian selatan
Kemudian, Badung bagian selatan, Gianyar bagian selatan, Tabanan bagian selatan, Denpasar dan di Pulau Nusa Penida, Jembrana bagian timur dan Tabanan bagian barat, serta Buleleng bagian selatan.
Sedangkan sembilan zona lainnya indikasi masuk musim kemarau, yakni Jembrana bagian utara dan Buleleng bagian tengah, Tabanan bagian utara, Badung bagian utara, Gianyar bagian utara dan Bangli bagian tengah, Buleleng bagian tengah dan selatan, Tabanan bagian utara dan Badung bagian utara, Bangli bagian utara dan tengah, Karangasem bagian barat dan Buleleng bagian tenggara.
Selain itu, Karangasem bagian tengah, Karangasem bagian barat dan Bangli bagian selatan serta Tabanan bagian tengah, Badung bagian tengah dan Gianyar bagian tengah, Bangli bagian utara dan timur dan Bangli bagian selatan, Karangasem bagian selatan, dan Klungkung bagian utara.
Sementara itu, berdasarkan data BPS Bali, konsumsi air bersih di Pulau Dewata pada 2021 mencapai 98,39 juta meter kubik, yang paling dominan diserap golongan rumah tangga mencapai 79,3 juta meter kubik.
Jumlah itu menurun dibandingkan pada 2020, karena dipengaruhi dampak pandemi COVID-19, yakni mencapai total 470,5 juta meter kubik dengan serapan paling besar masih rumah tangga, yakni mencapai 411,2 juta meter kubik dan niaga 42,4 juta meter kubik.
Baca juga: BMKG petakan wilayah potensi kekeringan dan kebakaran hutan di Bali
Baca juga: BMKG: Sebanyak 55 persen wilayah Bali alami puncak kemarau Juni 2023
Sedangkan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Pemprov Bali pada 2021 mencatat total potensi air pada 2018 mencapai 6,84 miliar meter kubik atau 216,87 meter kubik per detik.
Jumlah itu menurun dibandingkan pada 2017 yang mencapai 7,58 miliar meter kubik atau 239,69 meter kubik per detik.
Adapun sumber potensi air pada 2018, yakni air permukaan mencapai 6,55 miliar meter kubik per tahun, mata air 0,73 miliar meter kubik per tahun atau 208,83 meter kubik per detik, dan air tanah sebesar 0,29 miliar meter kubik atau 9,04 meter kubik per detik.
Namun, jumlah kebutuhan air bersih lebih tinggi dibandingkan ketersediaan air bersih, yakni mencapai 119,96 meter kubik per detik dari ketersediaan yang mencapai 101,23 meter kubik per detik.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023