Jakarta (ANTARA News) - Bank Tabungan Negara (BTN) akan menghentikan sementara penagihan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) korban Yogya sesuai kebijakan dari pemegang saham (Meneg BUMN). "Dihentikan sementara tetapi tidak dihapuskan, yang penting saat ini mereka (korban gempa - Red) tidak terbebani," kata Direktur Utama Bank BTN Kodradi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR-RI di Jakarta, Selasa. Dengan demikian jangka waktu pembayaran KPR akan diperpanjang untuk memberi kesempatan kepada debitur memperbaiki rumahnya apalagi pemerintah saat ini telah mempersiapkan anggarannya. Kodradi mengatakan, fasilitas keringanan KPR hanya akan diberikan kepada rumah-rumah sederhana atau yang mendapat subsidi pemerintah saja. Sementara untuk rumah menengah atas tidak mendapat fasilitas tersebut. Mengenai jangka waktunya disesuaikan sampai kucuran pemerintah untuk membantu membangun rumah korban gempa sebesar Rp30, 20, dan 10 juta (tergantung kerusakan) dimulai. Kodradi menolak untuk menghapus bukukan KPR korban gempa seperti dilaksanakan di Aceh atau waktu pemisahan Timor Timur. "Keputusan pemegang saham hanya dapat memberikan keringanan," ucapnya. Dikemukakannya, lagipula debitur RSH yang rumahnya rusak berat jumlahnya tidak begitu besar, nilainya hanya Rp5,6 miliar saja. Kerugian yang diderita tidak sampai Rp200 juta dengan jumlah rumah sekitar 30 unit. Kebijakan yang diambil BTN nantinya akan berlaku umum apabila ada daerah-daerah yang mengalami bencana. Mengenai kemungkinan asuransi, Kodradi mengatakan, untuk bencana gempa merupakan kejadian di luar dugaan (force majeure) jadi tidak bisa diklaim. Menurutnya, dimungkinkan juga bagi rumah yang mengalami kerusakan gempa mendapatkan fasilitas kredit konstruksi untuk digunakan perbaikan terutama pada rumah menengah atas. Sementara Menteri Perumahan Rakyat (Menpera), M. Yusuf Asy`ari mengatakan membutuhkan waktu untuk inventarisasi kerusakan rumah agar dapat dipertanggungjawabkan. Dia mencontohkan ada rumah yang dimiliki lebih dari satu kepala keluarga atau kategori rumah rusak berat, sedang, dan ringan terkait kriteria itu pemerintah mengubah menjadi roboh, berat, dan ringan. "Jadi untuk kategori berat akan dilihat strukturnya kalau sudah tidak layak lagi memang harus dirobohkan," ucapnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006