Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak serta merta mengubah struktur sosial.
“Kita ingin sebenarnya yang kita entaskan, kita naikkan, mereka yang di tingkat menengah ke bawah, bahkan di tingkat yang miskin, dan bahkan hampir miskin atau miskin sekali yang harus naik kelas. Kemudian, mereka mendapatkan peluang itu lalu masuk ke kelas menengah. Kita berharap tahun 2045, (penduduk) Indonesia 80 persen itu adalah middle income,” ungkap dia dalam acara “Rektor Berbicara untuk Indonesia Emas 2045 bersama 21 Rektor Perguruan Tinggi Indonesia” yang dipantau secara virtual, Jakarta, Selasa.
Seperti diketahui, Indonesia berupaya menghapus kemiskinan ekstrim atau masyarakat dengan paritas daya beli di bawah 1,9 dolar AS per hari. Saat ini, ada sekitar 4,7 juta penduduk yang berada dalam kemiskinan ekstrim.
Baca juga: Bappenas targetkan pengentasan kemiskinan 3,35 juta jiwa per tahun
Berdasarkan perhitungan baru dari Bank Dunia, kategori miskin ekstrim menjadi 2,15 dolar AS per orang per hari. Jika mengacu hitungan tersebut, maka penduduk yang masuk kategori miskin ekstrim di Indonesia menjadi 6,7 juta atau meningkat 2 juta orang.
“Kalau kita membaca dengan data-data statistik, ternyata kita dari tahun 2002 sampai dengan kemudian tahun ini, kontribusi dari sektor industri manufaktur terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) turun drastis dan sekarang berdekat di bawah 19 persen. Pada waktu jamannya Orde Baru, kita sampai bahkan mencetak sampai angka di angka 31 persen. Jadi, ada sesuatu yang perlu dibenahi,” ungkap Kepala Bappenas.
Dalam kesempatan yang sama, ia turut heran dengan fakta bahwa lama sekolah di Jawa Barat di bawah rata-rata nasional kendati banyak universitas ternama di provinsi tersebut.
Pada tahun 2005, rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia yaitu 7,3 tahun, dan saat ini mencapai 9,2 tahun atau hanya meningkat 1,9 tahun dalam waktu 17 tahun.
“(Adapun) di Jawa Barat (rata-rata lama sekolah) di bawah 9,2 tahun, bayangkan. Kita punya universitas-universitas hebat, tapi ternyata seperti itu. Nah, something wrong, ini kenapa mereka tidak ikut serta, tidak masuk, tidak terantaskan,” katanya.
Baca juga: Bappenas: Rencana pembangunan nasional harus jadi rujukan daerah
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023