kita tunggu saja nanti, jadi sudah sepakat tapi harus tanda tangan semua

Jakarta (ANTARA News) - Status Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menunggu tanda tangan seluruh pimpinan KPK terkait kasus korupsi pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Jawa Barat.

"Ini tiga pimpinan di luar, jadi sulit untuk mengambil keputusan. Saya berkeyakinan seluruh pimpinan sepakat tidak ada perbedaan pandangan, cuma mungkin perlu disinergikan menyangkut sesuatu yang tidak dapat diungkapkan ke hadapan publik," kata Abraham Samad, di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Sebelumnya sejumlah media memberitakan bahwa Anas Urbaningrum telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

Dua pimpinan yang dimaksud oleh Abraham adalah dirinya dan Wakil Ketua KPD Zulkarnain sedangkan tiga Wakil Ketua yang tidak berada di gedung KPK adalah Bambang Widjajanto, Adnan Pandu Pradja, dan Busyro Muqqodas.

Sementara keputusan untuk menghasilkan satu surat perintah penyidikan (sprindik) yang berisi nama tersangka satu kasus harus dengan prinsip "collective collegial" yang artinya ditandatangani oleh seluruh pimpinan KPK.

"Tidak bisa disampaikan sepotong-sepotong, nanti tidak utuh, kita tunggu saja nanti, jadi sudah sepakat tapi harus tanda tangan semua," tambah Abraham.

Ia menegaskan bahwa hingga saat ini status Anas masih sebagai saksi.

"Kalau seseorang belum ditetapkan sebagai tersangka artinya masih saksi," ungkap Abraham.

Mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin kerap mengungkapkan ada penyerahan uang Rp100 miliar dari PT Adhi Karya untuk Anas melalui orang dekatnya, Machfud Suroso, yang juga Komisaris PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor yang mengerjakan proyek Hambalang.

Imbalan itu merupakan balas jasa karena mengusahakan kemenangan Adhi Karya dalam tender pada akhir 2010.

Dalam kasus korupsi Hambalang, KPK telah menetapkan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Rumah Tangga Kemenpora Deddy Kusdinar dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng sebagai tersangka.

Keduanya disangkakan Pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat ke (1) ke-1 KUHP mengenai perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Sedangkan pasal 3 mengenai perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara.

Hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp243,6 miliar.

Nazaruddin terakhir diperiksa KPK untuk kasus tersebut pada Kamis (7/2) dan mengklaim telah menyerahkan bukti baru mengenai transaksi proyek Hambalang yang langsung digunakan untuk kepentingan Anas Urbaningrum senilai Rp1,2 triliun.

Anggaran senilai Rp1,2 triliun itu menurut Nazaruddin dikelola Fraksi Demokrat melalui Angelina Sondakh untuk membayar keperluan iklan Anas saat mencalonkan diri sebagai ketua umum Partai Demokrat.

"Uang itu dipakai untuk membayar Hotel Sultan, iklan mas Anas di TV ketika mau mencalonkan diri sebagai ketua umum dan pembayaran beberapa `event organizer` senilai hampir Rp5 miliar," kata Nazaruddin.

Proyek P3SON Hambalang dimulai pada 2009 dengan anggaran Rp125 miliar, namun pada 2010 nilai anggaran meningkat hingga mencapai Rp1,175 triliun dengan anggaran tahan jamak.
(D017)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013