Jakarta (ANTARA) - Ketua Asosiasi Museum Indonesia Putu sekaligus Ketua Delegasi Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menyarankan agar arah pengaturan Rancangan Undang-Undang (RUU) Permuseuman mengatur sejumlah hal menyangkut koleksi dan layanan museum.

"Setidaknya perlu mengatur hal yang terkait dengan bagaimana upaya melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengomunikasikan kepada masyarakat terkait dengan koleksi dan layanan museum," kata Putu dalam keterangan yang diterima di Jakarta.

Dia menyampaikan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci pada Forum Tematik Bakohumas DPR RI bertema "Menjawab Tantangan Pengelolaan Museum melalui RUU Permuseuman" di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Selain itu, lanjut dia, RUU Permuseuman juga perlu mengatur perihal kompetensi sumber daya manusia (SDM) pengelola museum, hingga wadah organisasi profesi pengelola museum yang menjadi tempat pemutakhiran etos kerja dan koordinasi pengelolaan museum dilakukan.

Termasuk, ujarnya lagi, perlunya pengaturan terkait sumber anggaran museum. "Diperlukan peningkatan pengawasan dan dukungan anggaran dalam rangka peningkatan kinerja museum di Indonesia,” tuturnya.

Menurut dia, revitalisasi museum merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah pusat maupun daerah, sebab museum memiliki kesempatan untuk menjaga dan menguatkan kepribadian bangsa di bidang kebudayaan

Hal tersebut, tambah dia, sejalan dengan konsep “Tri Sakti” yang digaungkan oleh Presiden pertama RI Soekarno yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan.

"Artinya, museum melalui koleksi kesejarahan yang dimilikinya telah memberikan kontribusi positif bagi empat pilar kebangsaan Indonesia yang senantiasa kita junjung bersama. Oleh karena itu, pemerintah wajib memiliki konsep dan peta jalan yang jelas guna menghadirkan kembali segala kebaikan, kemuliaan dan kejayaan Nusantara," ucapnya.

Baca juga: Wakil Ketua MPR soroti tata kelola museum untuk RUU Permuseuman

Meski demikian, Putu menyebut masih terdapat permasalahan yang mendera optimalisasi pengelolaan museum yakni kurangnya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pengelolaan museum, yang dapat dilihat dari belum dilirik-nya museum sebagai tujuan destinasi wisata utama.

"Museum belum menjadi destinasi akhir pekan yang popular bagi masyarakat, belum menjadi pos pengembangan daerah yang terlihat cemerlang bagi Pemerintah Daerah. Kedua contoh ini indikasi bahwa museum belum bisa menjalin hubungan dua arah yang menjamin pemahaman antar-kedua belah pihak," tuturnya.

Selain itu, dia mengatakan sampai saat ini kualitas dan kuantitas SDM permuseuman masih belum memadai karena masih terbatasnya lembaga pendidikan dan program pendidikan permuseuman atau museologi.

"Masih terbatasnya ketersediaan ahli yang sangat teknis seperti konservasi; bidang kreatif seperti desain tata pamer, edukasi, storytelling; bidang administratif dan manajemen; apalagi dalam bidang pengembangan pemasaran dan promosi Museum,” kata Putu yang menjadi pengagas dan pemrakarsa RUU Permuseuman itu.

Putu menjelaskan bahwa optimalisasi pengelolaan museum sejalan dengan sapta karsa atau tujuh cita-cita terkait permuseuman Indonesia, yakni adanya UU Permuseuman; pembentukan Badan Permuseuman Indonesia; perlunya lembaga akreditasi dan sertifikasi; peningkatan SDM pengelola museum dan pengawalan dari politisasi yang membahayakan kepentingan museum.

Kemudian, kebijakan penganggaran yang komprehensif; kelembagaan museum secara menyeluruh; dan gerakan nasional cinta museum digaungkan kembali.

"Saya berharap Sapta Karsa Permuseuman Indonesia semakin terus diselaraskan dan dimutakhirkan dalam kaitannya dengan penguatan kebudayaan bangsa dan peradaban dunia," ucap dia.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2023