Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah meminta setiap pihak untuk mengikuti arahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, untuk menangani permasalahan tersebut secara holistik dan terintegrasi.

"Stunting masih menjadi masalah sistemik dan kronik bagi bangsa Indonesia dan perlu ditangani secara sistematis dan harus secara holistik integratif dan kolaboratif, termasuk di dalamnya dituntut peran organisasi profesi jurnalis," kata Rohidin dalam keterangan resmi BKKBN yang diterima di Jakarta, Senin.

Rohidin menyayangkan kondisi anak stunting di Indonesia masih amat memprihatinkan. Hal itu dikarenakan angka nasional stunting masih berada pada angka 21,6 persen atau dari lima orang anak dapat dipastikan satu mengalami stunting.

Situasi di wilayahnya sendiri juga tidak jauh berbeda. Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka balita stuntingnya pun berada pada angka 19,8 persen.

Baca juga: Poltekkes Kemenkes Bengkulu bantu penanganan stunting Rejang Lebong

Baca juga: Kota Bengkulu targetkan stunting bisa turun ke angka 9 persen

Dengan masih tingginya angka prevalensi itu, dirinya menilai Perpres Nomor 72 Tahun 2021 yang mengatur tentang keterlibatan lintas sektor, bisa mendorong setiap pihak untuk saling bahu membahu dan tidak meremehkan peran pihak lainnya.

Ia mencontohkan peran para jurnalis yang amat penting untuk menginformasikan program-program pemerintah serta memberikan edukasi produktif kepada masyarakat.

Aturan tersebut juga mengajak pemerintah dari pusat hingga daerah untuk lebih serius terlibat dalam penanganan yang tersistem dan lebih tertata, dalam menurunkan angka stunting.

“Kalau ini bisa berhasil, baru kita bisa menciptakan generasi yang lebih baik di masa-masa yang akan datang, karena pemahaman ini juga penting supaya pada penanganan stunting di tengah-tengah masyarakat tidak salah,” ujar Rohidin.

Penyuluh KB Utama BKKBN Dwi Listyawardani menambahkan pada 2021, meski terus mengalami penurunan setiap tahunnya, angka prevalensi stunting Indonesia masih di atas standar maksimal yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20 persen.

Menurutnya selain memaksimalkan peran berbagai pihak dalam jajaran pemerintah, kampanye Hindari “Empat Terlalu” yang mengandung pesan hindari melahirkan terlalu muda, terlalu tua, terlalu dekat dan terlalu banyak memiliki jumlah anak, juga efektif bisa diselipkan dalam sosialisasi upaya pencegahan stunting.

Sebab masyarakat harus memahami jika usia ideal ibu untuk melahirkan berada pada rentang 21-35 tahun. Usia melahirkan terlalu muda terlalu berisiko karena tulang panggul di bawah 20 tahun belum siap untuk melahirkan.

Sedangkan, usia kelahiran yang terlalu tua, membuat seorang Ibu rentan mengalami preeklamsia atau pecah ketuban dini.

Kemudian terkait jarak terbaik untuk mempunyai anak adalah empat sampai lima tahun, lalu selepas melahirkan disarankan menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang.*

Baca juga: Wapres minta koordinasi antarlembaga dibenahi guna turunkan stunting

Baca juga: Wapres cek posyandu Kota Bengkulu untuk percepat penurunan "stunting"

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023