Saudi mungkin akan terus melakukan apa pun untuk menjaga harga minyak tetap tinggi

Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik sekitar satu dolar AS per barel di perdagangan Asia pada Senin sore, setelah eksportir global utama Arab Saudi berjanji untuk memangkas produksi sebesar satu juta barel per hari mulai Juli, menangkal hambatan ekonomi makro yang telah menekan pasar.

Minyak mentah berjangka Brent terangkat 1,02 dolar AS atau 1,3 persen, menjadi diperdagangkan di 77,15 dolar AS per barel pada pukul 06.45 GMT setelah sebelumnya mencapai tertinggi sesi di 78,73 dolar AS per barel.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 1,02 dolar AS atau 1,4 persen, menjadi diperdagangkan pada 72,76 dolar AS per barel, setelah menyentuh tertinggi intraday di 75,06 dolar AS per barel.

Kontrak memperpanjang kenaikan lebih dari dua persen pada Jumat (2/6/2023) setelah kementerian energi Saudi mengatakan produksi kerajaan akan turun menjadi 9 juta barel per hari (bph) pada Juli dari sekitar 10 juta barel per hari pada Mei. Pemotongan tersebut merupakan yang terbesar di Arab Saudi dalam beberapa tahun.

Pemotongan sukarela yang dijanjikan oleh Saudi pada Minggu (4/6/2023) berada di atas kesepakatan yang lebih luas oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu mereka termasuk Rusia untuk membatasi pasokan hingga 2024 karena kelompok tersebut berusaha untuk meningkatkan harga minyak yang lesu.

Kelompok tersebut, yang dikenal sebagai OPEC+, memompa sekitar 40 persen minyak mentah dunia dan melakukan pemotongan sebesar 3,66 juta barel per hari, sebesar 3,6 persen dari permintaan global.

"Saudi tetap lebih tajam daripada kebanyakan anggota lainnya dalam hal memastikan harga minyak di atas 80 dolar AS per barel, yang penting untuk menyeimbangkan anggaran fiskalnya sendiri buat tahun ini," kata Suvro Sarkar, pemimpin tim sektor energi di DBS Bank.

"Saudi mungkin akan terus melakukan apa pun untuk menjaga harga minyak tetap tinggi ... dan mengambil langkah pencegahan yang diperhitungkan untuk memastikan kekhawatiran makro yang berpotensi mempengaruhi permintaan ditiadakan."

Konsultan Rystad Energy mengatakan pemotongan tambahan oleh Saudi kemungkinan akan memperdalam defisit pasar menjadi lebih dari 3 juta barel per hari pada Juli, yang dapat mendorong harga lebih tinggi dalam beberapa minggu mendatang.

Analis Goldman Sachs mengatakan pertemuan itu "cukup bullish" untuk pasar minyak dan dapat meningkatkan harga Brent Desember 2023 sebesar 1-6 dolar AS per barel tergantung pada berapa lama Arab Saudi mempertahankan produksi pada 9 juta barel per hari selama enam bulan ke depan.

Namun, banyak pengurangan OPEC+ akan memiliki dampak nyata yang kecil, karena target yang lebih rendah untuk Rusia, Nigeria, dan Angola membuat mereka sejalan dengan tingkat produksi aktualnya.

"Ini sebagian besar merupakan pengurangan di atas kertas karena hanya menyelaraskan realitas tingkat produksi yang terus lebih rendah dibandingkan dengan target yang ada di beberapa negara OPEC," kata Sarkar dari DBS Bank.

Sebaliknya, Uni Emirat Arab (UEA) diizinkan untuk menaikkan target produksi sebesar 200.000 barel per hari menjadi 3,22 juta barel per hari untuk "menenangkan kekhawatiran" tentang kemungkinan meninggalkan OPEC, kata Sarkar.

Sementara itu, di Amerika Serikat jumlah rig minyak merosot 15 menjadi 555 rig minggu lalu, terendah sejak April 2022, kata Baker Hughes Co dalam laporan mingguannya pada Jumat (2/6/2023).

Pengeboran AS telah melambat sejak Desember karena harga yang lebih lemah, biaya yang lebih tinggi, dan karena perusahaan-perusahaan mengalihkan pengeluaran untuk membayar pemegang saham.

Baca juga: Minyak melonjak di awal Asia, Saudi akan pangkas produksi 1 juta barel
Baca juga: Minyak naik di Asia setelah Kongres setujui RUU plafon utang AS

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2023