Jakarta (ANTARA) - Peneliti Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Etikah Karyani Suwondo mengatakan, saat ini peran literasi keuangan sangat penting guna memangkas kasus investasi bodong yang semakin banyak memakan korban di Indonesia.
"Masyarakat biasanya terjerat investasi bodong karena ada iming-iming, sifat greedy, dan merasa mampu mengelola risiko," kata Etikah saat dihubungi di Jakarta, Minggu.
Etikah menilai, banyaknya masyarakat yang terjerat investasi bodong menandakan adanya inklusi keuangan yang tinggi, namun literasi keuangan belum begitu baik sehingga perlu ditingkatkan lagi.
Masyarakat pun perlu waspada dengan tawaran bunga yang tinggi, karena semakin tinggi bunga yang ditawarkan, maka risikonya pun semakin besar.
Untuk itu, masyarakat harus jeli dalam memilih investasi. Terutama dalam memperhatikan logo dari regulator jasa keuangan seperti Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Pasalnya, banyak Lembaga Keuangan (LK) yang menggunakan logo dan mengatasanamakan LPS, padahal LK tersebut merupakan non bank, sehingga jika terjadi masalah maka dana simpanan tidak mendapat jaminan dari LPS.
Lebih lanjut, Etikah menjelaskan, biasanya LK tersebut memberikan iming-iming keuntungan yang tinggi dalam waktu singkat dan janji tanpa risiko.
Hal itu sering terjadi di masyarakat terutama pada konsumen yang cenderung memiliki sifat greedy. Lalu, ada juga penyedia investasi yang tidak kredibel.
Oleh karena itu, pastikan bahwa perusahaan investasi telah terdaftar atau mendapatkan izin dari lembaga yang berwenang seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Penyedia investasi ilegal biasanya juga tidak memberikan informasi yang jelas atau menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis," jelasnya.
Senada dengan pendapat Etikah, Pengamat Perbankan Paul Sutaryono juga menilai maraknya kasus investasi bodong disebabkan oleh rendahnya literasi keuangan konsumen.
Di samping itu, rendahnya kebiasaan membaca atau reading habit para konsumen juga menjadi penyebab tambahan sehingga masyarakat yang mempunya inklusi keuangan yang baik dengan literasi rendah, cenderung rentan menjadi korban.
Oleh karena itu, OJK dan bank serta lembaga keuangan non bank wajib terus menerus melakukan edukasi dan sosialisasi mengenai produk dan jasa perbankan, investasi dan keuangan.
"1Upaya itu amat diharapkan dapat mengerek tingkat literasi keuangan konsumen. Dengan demikian, kasus-kasus investasi bodong dapat ditekan sedemikian rendah," kata Paul.
Terdapat banyak hal yang harus dipahami dan banyak tantangan yang perlu dihadapi dalam berinvestasi.
Apalagi sifat ingin cepat untung atau greedy menjadi sifat yang sangat melekat sekali pada pelaku investor, tentu saja hal itu menjadi kesempatan bagi penyedia investasi bodong untuk mengelabuinya.
Lebih lanjut, Paul memaparkan satu-satunya cara untuk mengatasi problematika investasi bodong yakni dengan mencari ilmu yang memadai tentang investasi.
Pahami prinsip-prinsip investasi dengan baik. Jika sudah memahami prinsip investasi, maka pelaku investasi tidak akan mudah terbawa mindset serakah dan tidak akan dikuasai rasa takut.
Kemudian pengetahuan yang memadai tentang investasi juga penting. Dalam berinvestasi juga harus lebih tenang dan bijak dalam mengambil keputusan.
Dengan upaya tersebut, sifat serakah diharapkan akan hilang dan berinvestasi pun menjadi lebih aman.
Adapun hingga saat ini investasi bodong masih terus banyak memakan korban. Bahkan, dari sekian banyak korban investasi bodong, ternyata tidak sedikit yang notabenenya berpendidikan tinggi.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seseorang dengan latar belakang pendidikan tinggi bukan menjadi jaminan kalau tingkat literasi keuangannya juga baik.
Baca juga: AXA Mandiri berkomitmen tingkatkan literasi keuangan masyarakat
Baca juga: OJK: Jarak literasi keuangan syariah dan konvensional perlu diperkecil
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023