Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pola Pangan Harapan sebagai salah satu upaya mengakselerasi keberagaman konsumsi pangan.
“Mengapa ini penting, karena konsumsi pangan yang beragam erat kaitannya dengan konsumsi pangan yang berkualitas, sehingga memenuhi angka kecukupan gizi dan energi,” kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi melalui keterangannya di Jakarta, Minggu.
Arief menuturkan penerbitan Perbadan tentang Pola Pangan Harapan (PPH) juga bertujuan agar keberagaman konsumsi dapat menekan ketergantungan terhadap komoditas pangan tertentu, khususnya komoditas pangan yang masih mengandalkan impor.
PPH sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan.
Hasil penilaiannya berupa nilai atau skor yang diperoleh melalui pengumpulan, pengolahan, dan analisis data konsumsi pangan 9 kelompok pangan PPH.
Kesembilan kelompok pangan PPH itu meliputi padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, buah/biji berminyak, minyak dan lemak, kacang-kacangan, gula, sayuran dan buah, dan aneka bumbu dan bahan minuman.
Idealnya tubuh harus mendapatkan asupan ketiga fungsi zat gizi tersebut dengan porsi seimbang atau masing-masing sebanyak 33,3 persen.
Dengan dilakukannya penghitungan skor PPH setiap tahun, bisa mengetahui berada di posisi mana kualitas konsumsi pangan masyarakat Indonesia.
"Apakah sudah seimbang atau masih dominan pada satu kelompok pangan saja,” sebutnya.
Lebih lanjut, Arief mengatakan, Perbadan tersebut disiapkan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah kabupaten/kota dan provinsi untuk menilai jumlah dan komposisi pangan berdasarkan PPH di wilayahnya masing-masing.
Untuk itu, setiap tahun pemerintah daerah bisa mengetahui bagaimana pola konsumsi masyarakat di daerahnya yang tergambar dalam skor PPH kabupaten/kota dan provinsi.
“Untuk daerah, penetapan hasil penilaiannya dilakukan oleh pemimpin daerah masing-masing, Gubernur atau Bupati/Walikota, sedangkan di tingkat nasional penetapan dilakukan oleh Kepala Badan Pangan disampaikan kepada Presiden,” terangnya.
Arief memastikan, dalam proses penilaian PPH ini pihaknya membentuk tim yang melibatkan unsur kementerian/lembaga terkait serta akademisi dan pakar karena PPH disebutnya sangat penting dan mendasar bagi tata kelola pangan serta dapat digunakan sebagai evaluasi situasi kebijakan konsumsi pangan.
“Selain itu juga sebagai dasar perencanaan konsumsi, penyediaan, dan produksi pangan, serta sebagai referensi penelitian dan pengembangan pangan nasional," ucapnya.
Adapun Untuk skor PPH Indonesia tahun 2022 di angka 92,9 dari target 92,8.
Dengan rincian padi-padian mencapai skor PPH sebesar 56,6 dari target Angka Kecukupan Gizi (AKG) ideal 50, umbi-umbian 2,6 dari target AKG ideal 6.
Lalu pangan hewani 12 dari target AKG ideal 12, minyak dan lemak 11,9 dari target AKG ideal 10, buah/biji berminyak 0,9 dari target AKG ideal 3, kacang-kacangan 3,3 dari target AKG ideal 5,
Selanjutnya gula 3,4 dari target AKG ideal 5, sayuran dan buah 5,8 dari target AKG ideal 6, dan lainnya (aneka bumbu dan bahan minuman) 2,4 dari target AKG ideal 3.
Baca juga: Bapanas perluas Gerakan Selamatkan Pangan usai sukses di Jabodetabek
Baca juga: NFA jamin penyaluran bantuan beras di daerah terluar berjalan lancar
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nurul Aulia Badar
Copyright © ANTARA 2023