Memang arahan sampai saat ini adalah mengendalikan volumenya,"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Keuangan terus menjaga volume penggunaan bahan bakar minyak bersubsidi sebagai langkah antisipasi terhadap semakin meningkatnya defisit transaksi berjalan akibat impor minyak dan gas.
"Memang arahan sampai saat ini adalah mengendalikan volumenya. Kemenkeu melihat besaran nilai subsidinya, apakah itu melalui volume atau cara lain itu tentu keputusan politiknya tetapi yang penting efektivitasnya harus dijaga," kata Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar usai menjadi pembicara kunci dalam seminar nasional bertajuk "Prospek Perbankan dan Bisnis Properti di Tengah Tantangan Menjaga Momentum Pertumbuhan" di Jakarta, Rabu.
Mahendra mengatakan, Kemenkeu terus melihat opsi-opsi dalam menjaga volume penggunaan BBM bersubsidi yang baik, salah satunya termasuk inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
"Ada beberapa pemda yang sebenarnya bukan dalam konteks BBM semata-mata tapi ingin mengendalikan kemacetan, mereka melakukan beberapa program yang nantinya berdampak pada pengurangan pemakaian BBM bersubsidi," ujar Mahendra.
Pemerintah dalam hal ini, lanjut Mahendra, tentunya siap untuk bekerja sama dan mendukung program-program yang memang memiliki potensi untuk bisa ikut membantu pembatasan dari penggunaan BBM bersubsidi tersebut.
Mahendra juga menambahkan, penjagaan terhadap volume penggunaan BBM bersubsidi akan berdampak terhadap keberlanjutan fiskal yang merupakan jangkar pertumbuhan ekonomi.
Mahendra juga tidak mau berspekulasi terkait opsi kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Saya tidak berspekulasi, tapi tadi persoalannya semua pada akhirnya melihat jangkar dari pada pertumbuhan ekonomi kita itu pada keberlanjutan fiskal. Kalau benteng itu tidak kita jaga baik, berat," kata Mahendra.
Jika keberlanjutan fiskal tidak lagi terjaga, maka bisa saja pemerintah kehilangan momentum pertumbuhan yang sudah ada, tutur Mahendra.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, defisit transaksi berjalan nyaris mencapai ambang batas tiga persen yakni 2,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal IV/2012.
(C005/N002)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013