Masyarakat yang di desa itu sudah banyak yang naik haji, mereka sudah tahu menggunakan uang riyal dan uang dolar untuk ditukar rupiah. Jadi mengenai redenominasi mungkin sudah paham,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan sebagian besar masyarakat di pedesaan tidak akan kesulitan dalam memahami istilah redenominasi, karena sebelumnya pernah menggunakan mata uang dengan nominal pecahan yang lebih sedikit.
"Masyarakat yang di desa itu sudah banyak yang naik haji, mereka sudah tahu menggunakan uang riyal dan uang dolar untuk ditukar rupiah. Jadi mengenai redenominasi mungkin sudah paham," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Agus menjelaskan pemerintah saat ini telah menyiapkan draf RUU Redenominasi, yang telah masuk dalam program legislasi nasional pada tahun 2013, dan sedang menunggu jadwal pembahasan dengan Komisi XI DPR RI.
"Belum dapat jadwal, tapi di paripuna sudah ditetapkan menjadi prolegnas 2013, kita tunggu saja dari DPR," tuturnya.
Ia memastikan setelah proses pembahasan RUU ini telah selesai, maka pemerintah segera melakukan sosialisasi untuk menerapkan kebijakan mengurangi digit dalam mata uang tanpa menurangi nilainya.
"Jadi strateginya kita ke DPR dulu untuk pembahasan RUU. Soal pemberlakuan kapan, nanti dibicarakan di pembahasan RUU. Setelah semuanya selesai, baru kita sosialisasi," ujar Agus.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan nilai pecahan uang rupiah saat ini belum efisien, sehingga upaya penyederhanaan jumlah digit mata uang atau redenominasi harus dilakukan.
Untuk itu, Agus menjelaskan perubahan harga mata uang atau redenominasi diperlukan karena dapat meningkatkan kepercayaan terhadap nilai rupiah, mempermudah sistem pembayaran serta mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya.
"Dengan adanya redenominasi, nilai rupiah semakin berharga dan dapat disejajarkan dengan nilai mata uang negara lain. Saat ini kondisi ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan baik, sehingga kondusif bagi pelaksanaan redenominasi," ucapnya.
Ia memastikan proses redenominasi berbeda dengan sanering yang merupakan pemotongan nilai uang, karena redenominasi merupakan penyederhanaan nominal yang sama atas harga barang dan jasa, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah.
"Masyarakat diharapkan memahami perbedaan redenominasi dengan sanering agar tidak terjadi kesalahpahaman dan resistensi di kalangan masyarakat," kata Agus.
Menurut dia, keberhasilan melaksanakan redenominasi dengan menghilangkan tiga angka nol dalam harga barang dan jasa, membutuhkan dukungan kuat dari lapisan masyarakat, dilakukan pada perekonomian stabil dan adanya landasan hukum serta edukasi yang intensif.
(S034/C004)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013