Magelang, Jawa Tengah (ANTARA) - Film dokumenter yang merekam cerita sejarah lintas zaman tentang situs Candi Buddha Muarajambi di Desa Muaro Jambi, Jambi, bertajuk "Unearthing Muarajambi Temples" (Muarajambi Bertutur) diputar menjelang puncak perayaan Waisak di kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Sabtu malam.
Puncak perayaan Waisak akan dilakukan pada Minggu (4/6).
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko (TWC) Febrina Intan, mengatakan pemutaran film dokumenter ini menjadi wujud nyata indahnya toleransi di Indonesia.
"Sejalan dengan campaign yang sedang kami gaungkan yaitu Heritage in Harmony, sebuah pesan kunci pentingnya harmonisasi dalam keberagaman," katanya dalam keterangan di Magelang, Jawa Tengah.
Febrina menyebut Taman Wisata Candi Borobudur yang dikelola anak usaha PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney memiliki benang merah dengan Muarajambi sebagai pusat pengetahuan Buddhisme yang melahirkan pemikir-pemikir Buddhist.
Baca juga: Menebarkan kebaikan di Candi Muarajambi
Baca juga: 200 biksu ikuti prosesi pengambilan air berkah Waisak di Jumprit
Baca juga: Anggota DPR apresiasi sambutan masyarakat terhadap "bhikku thudong"
"Keduanya adalah peninggalan bersejarah di Indonesia, yang mampu memberikan inspirasi bagi setiap orang, sekaligus memberikan dampak yang luas bagi kehidupan masyarakat sekitar, dalam konteks Sustainable Tourism," katanya.
Situs Muarajambi adalah kompleks percandian Buddha terluas di Indonesia yang berlokasi di tepi Sungai Batanghari, Jambi, yang sayangnya belum banyak diketahui awam.
Menurut penelitian arkeologi teranyar, kompleks Candi Muarajambi dulunya difungsikan sebagai mahawihara atau universitas atau semacam pusat pengajaran pengetahuan Buddha pada abad 7-13 M. Kompleks ini lengkap dengan ruang kelas, ruang tinggal, ruang peribadatan, hingga kanal buatan untuk kebutuhan transportasi.
Saat ini ada 11 candi berbatu bata yang telah dipugar dan ratusan reruntuhan lain yang sedang dalam proses pemugaran. Perjalanan pemikir Buddha kanon dunia, seperti I-Tsing, Atiśa Dīpankara, serta Serlingpa Dharmakirti mengakar kuat di Muarajambi. Ajaran yang berkembang di Muarajambi menjadi benih beberapa aliran Buddha, khususnya aliran yang telah mekar di Tibet.
Tidak hanya menyoal warisan budaya masa lampau, film dokumenter garapan sutradara Nia Dinata itu juga secara jeli menyoroti bagaimana situs Muarajambi dihidupi oleh bermacam-macam masyarakat dari waktu ke waktu.
Alih-alih situs budaya yang statis, Muarajambi merupakan ruang yang sangat hidup. Sejak direstorasi, selain difungsikan sebagai situs edukasi dan pariwisata, kompleks candi kembali dipakai sebagai tempat peribadatan umat Buddha.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid berharap agar warga desa Muaro Jambi tetap memegang peran utama dalam pelestarian candi Muarajambi menjadi bagian dari keseharian mereka untuk memuliakan kembali warisan sejarah juga lingkungan dan memastikan akan tetap lestari sampai akhir zaman.
Selain versi feature-length yang diputar perdana pada 3 Juni 2023, Kanal Indonesiana TV akan menayangkan karya Nia Dinata ini dalam versi berbeda yaitu berbentuk serial sebanyak 8 episode.
Baca juga: Peserta SMN NTT lihat pemugaran candi Muarajambi
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023