Medan (ANTARA News) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad mengatakan, pihaknya akan memokuskan perhatian pada tiga aspek utama yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat luas.
Ketika memberikan kuliah umum dalam pelatihan dengan tema "Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi" di Medan, Selasa, Abraham mengatakan, tiga aspek itu adalah ketahanan pangan plus, ketahanan energi dan lingkungan, serta penerimaan dan pendapatan negara.
Abraham menjelaskan, aspek ketahanan pangan menjadi perhatian KPK karena hampir 80 persen rakyat Indonesia mencari nafkah dalam kegiatan yang berkaitan dengan pangan.
Namun KPK menengarai adanya praktik kolusi dalam kebijakan ketahanan pangan sehingga berbagai aktivitas masyarakat selama ini tidak memberikan pengaruh signifikan dalam peningkatan kesejahteraan.
Ia mencontohkan produksi beras nasional yang melebihi jumlah kebutuhan rakyat sehingga seharusnya mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri.
Namun dalam kenyataannya, kebijakan impor beras selalu dilakukan setiap tahun dan komoditasnya selalu dijual dengan harga lebih murah di Tanah Air.
Demikian juga dengan kebijakan impor daging sapi yang memiliki aturan sangat ketat dan hanya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dunia perhotelan di Indonesia.
Namun dalam praktiknya, daging sapi impor tersebut bebas diperjualbelikan di pasar sehingga menghantam peternakan nasional yang dikelola masyarakat.
Pihaknya menduga ada praktik "kongkalikong" dan mafia dalam kebijakan impor itu, katanya.
Kemudian, kata Abraham, aspek ketahanan energi dan lingkungan menjadi perhatian KPK agar pemanfaatannya memberikan pengaruh pada peningkatan kesejahteraan rakyat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Selama ini, cukup banyak potensi energi di Indonesia seperti timah di Sulawesi, batubara di Kalimantan, dan emas di Papua yang dieksploitasi menjadi bisnis.
Namun anehnya, eksploitasi yang mempengaruhi kondisi lingkungan tersebut tidak memberikan pengaruh dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar sumber energi.
Karena itu, KPK menduga sebagian usaha pertambangan energi tersebut tidak "clear and clean", terutama dalam pembayaran pajak dan royalti.
Padahal, pajak dan royalti itu dapat dimanfaatkan untuk perbaikan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar lokasi pertambangan energi tersebut.
Perhatian pada aspek ketahanan energi dan lingkungan tersebut juga menjadi perhatian karena banyaknya aktivitas pertambangan yang berada dalam kawasan hutan lindung.
Diduga karena adanya kolusi dengan kepala daerah, pengusaha tertentu justru mendapatkan izin pertambangan di kawasan hutang yang seharusnya dilindungi tersebut.
"Akhirnya, yang terjadi justru kerusakan lingkungan," katanya.
Sedangkan aspek penerimaan dan pendapatan negara menjadi perhatian KPK karena hampir 80 persen penerimaan tersebut berasal dari pajak.
Ia mengatakan, pihaknya menduga sektor pajak yang menjadi sumber penerimaan dan pendapatan negara tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.
(ANT)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013