Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR meminta pemerintah segera membentuk tim investigasi independen guna menyelidiki penyebab semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jatim.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Sonny Keraf saat rapat dengan Kepala BP Migas Kardaya Warnika di Jakarta, Senin, mengatakan tim indenpenden itu berada di luar struktur BP Migas dan PT Lapindo Brantas.
"Tim ini benar-benar independen, sehingga bisa memberikan rekomendasi yang optimal," katanya.
Sonny mengatakan, Komisi VII DPR juga mendesak pihak-pihak terkait menangani sebaik-baiknya para korban dan memberikan santunan yang layak serta mengecek kelayakan dan perijinan Lapindo.
Sedang, Wakil Ketua Komisi VII DPR lainnya, Alvin Lie, menambahkan pemerintah juga harus mendahulukan warga yang menjadi korban lumpur dan memperbaiki kerusakan yang ada, sebelum melakukan investigasi.
"Saya melihat ini bukan hanya kesalahan Lapindo saja, tapi juga BP Migas yang lamban melakukan penanganan," katanya.
Alvin juga mempertanyakan kelengkapan amdal Lapindo sebab perusahaan tersebut diketahui hanya memiliki unit pengolahan limbah.
Sedang, Kardaya mengatakan, penyebab luapan lumpur itu ada dua kemungkinan yakni aktivitas pengeboran Lapindo atau akibat gempa Yogyakarta pada 27 Mei 2006.
"Kita punya pengalaman karena gempa itu di Arun dan Kuala Simpang. Namun, penyebab pastinya kita tunggu hasil penyelidikan. Demikian pula, siapa pihak yang bertanggung jawab dalam kejadian ini," katanya.
Ia mengatakan, luapan lumpur terjadi tiga kali yakni 29 Mei 2006 yang berjarak 150 meter arah barat daya sumur Lapindo, 1 Juni 2006 sekitar 500 timur laut, dan 2 Juni 2006 yang berjarak 500 meter timur laut sumur.
Menurut Kardaya, seluruh kegiatan eksplorasi Lapindo sudah sesuai standar operasi yang berlaku dan Lapindo telah menghentikan kegiatan sementara pada 2 Juni 2006 sesuai aturan BP Migas.
Kardaya juga mengatakan, solusi jangka pendek yang telah dilakukan bersama pihak terkait adalah evakuasi 150 warga, sosialiasi dampak semburan, mendirikan posko kesehatan, dapur umum dan air bersih, memberikan santunan Rp200.000 per KK di Desa Siring.
"Sedang penanganan teknis berupa pembuatan tanggul, analisa sampel, membuat kolam penampungan, membangun pipa pembuangan yang memisahkan air dengan lumpur, melakukan evaluasi teknis, dan mendatangkan alat berat," katanya.
Selain itu, lanjut Kardaya, mengundang konsultan ahli dari ITS dan ITB dan secara khusus mengundang konsultan dari Alert Disaster Control (Asia) Pte Ltd yang berpusat di Kanada dan Abel Engineering/Well Control co dari Texas, AS guna mengatasi luapan lumpur itu.
Solusi jangka menengah yang akan dilakukan, lanjut Kardaya, adalah menyelesaikan tuntutan warga dengan koordinasi pemda dan mengangkut lumpur memakai "dump truck".
"Sedang solusi jangka panjang yang bisa dilakukan di antaranya menutup sumber semburan dengan membuat sumur baru atau menginjeksikan lumpur ke asalnya," katanya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006