Dibanding dengan jumlah perusahaan yang mencapai 517 unit, idealnya tenaga pengawas di atas tiga orang, namun yang kami miliki cuma dua orang,"Bantul (ANTARA News) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta kekurangan sumber daya manusia yang bertugas melakukan pengawasan terhadap semua perusahaan di daerah ini.
"Dibanding dengan jumlah perusahaan yang mencapai 517 unit, idealnya tenaga pengawas di atas tiga orang, namun yang kami miliki cuma dua orang," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bantul, Didik Warsito di Bantul, Selasa.
Menurut dia, petugas pengawas dibutuhkan seperti memastikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja (P3K), termasuk penempatan tenaga kerja dan juga seperti melakukan sosialisasi terhadap kebijakan mengenai ketenagakerjaan.
"Dengan SDM yang ada tentu masih kurang, karena petugas pengawas selain harus ke lapangan juga melakukan pembukuan administrasi, pasti akan mengganggu tugas pokok fungsi, bahkan bisa keteteran," katanya.
Minimnya pengawas perusahaan, kata dia disebabkan karena selama beberapa tahun Bantul tidak melakukan rekruitmen tenaga akibat kebijakan penghentian penerimaan CPNS sementara, juga tidak adanya cadangan SDM yang memadai.
"Dari dua tenaga pengawas yang ada, seorang diantaranya tahun ini akan memasuki masa pensiun, jadi semakin minim, beberapa waktu lalu kami juga mengadakan rapat koordinasi dengan dinas terkait se-DIY, agar ada solusi," katanya.
Meski begitu ia mengatakan, secara teori minimnya tenaga pengawas bisa disiasati dengan terus melakukan sosialisasi dan sarasehan bersama terkait K3 yang mengundang perwakilan dari perusahaan dan juga tenaga kerja.
"Sarasehan ini juga sebagai upaya penambahan SDM yang ahli di bidang K3, sehingga paling tidak dari internal perusahaan juga bisa memanajemen sendiri dan ketika terjadi hal misalnya kecelakaan bisa ditangani sesuai prosedur," katanya.
Ia mengatakan, sementara pengawasan yang bersifat teknis seperti pemantauan penangkal petir dan ketel uap terutama pada perusahaan besar, pihaknya membuat prosedur dengan mekanisme permohonan sehingga bisa dijadwalkan.
"Untuk sementara ini masih sebatas itu dimana ketika ada semacam rekomendasi, karena kalau harus rutinitas melakukan kunjungan jelas keteteran, juga kalau permohonan borongan tentu akan menjadi hambatan," katanya.
(KR-HRI/A035)
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013