"Dari jumlah tersebut, 48 persennya dipengaruhi oleh pengelolaan konsensi industri ekstraktif," kata Juru Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana dalam acara diskusi mengenai studi karhutla yang diadakan di Jakarta, Rabu.
Wahyu mengatakan angka tersebut didominasi oleh perusahaan yang aktif beroperasi di Pulau Kalimantan, dimana delapan dari sepuluh perusahaan dengan tingkat kerentanan karhutla tertinggi berada di pulau ini.
Baca juga: BNPB: Delapan hektare lahan di Palangkaraya hangus terdampak karhutla
Beberapa perusahaan, sambungnya, dengan Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) yang tergabung pada rantai pasok Sinarmas Group mendominasi 10 besar perusahaan yang masuk ke dalam area kerentanan tinggi terjadi karhutla.
"Konsesi yang masuk ke dalam KHG rentan karhutla patut diberi rapor merah pada laporan tahunan mereka," ujarnya.
Dia mengungkapkan sepanjang 2015-2020 karhutla di kawasan KHG dengan kerentanan tinggi yang berada dalam konsesi masih sering terjadi.
Selain itu, sambungnya, angka tree cover loss (TCL) secara dominan terjadi di fungsi ekosistem gambut (FEG) lindung dimana 64 persen diantaranya dikuasai dengan izin konsesi HGU.
Dia menambahkan risiko karhutla pada wilayah konsesi cukup dominan, dengan 9 dari 10 kerentanan tertinggi di konsesi HGU masuk pada area yang pernah terbakar lebih dari sekali (burned area).
Baca juga: BRGM gelar operasi pembasahan lahan gambut enam kabupaten di Sumsel
Baca juga: BNPB: Pemadaman karhutla di Pesisir Selatan dilanjutkan
Baca juga: BNPB waspadai daerah langganan karhutla hingga puncak kemarau
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023