Padahal menurut Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, Arif Fiyanto, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah yang bersumber dari panas bumi, surya, angin, dan air.
"Contohnya, kita punya potensi geothermal terbesar di dunia, 40 persen panas bumi di dunia ada di Indonesia," kata Arif saat memaparkan laporan Greenpeace berjudul "Point of No Return" di Galeri Foto Jurnalistik ANTARA, Jakarta, Senin.
Sayangnya, ia menjelaskan, dari sekitar 29 ribu megawatt panas bumi yang dimiliki baru sekitar 12 ribu megawatt yang telah dimanfaatkan.
Ia menambahkan, kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi di Indonesia pun masih berada di angka lima persen.
"Kami ingin ada undang-undang yang berpihak pada energi terbarukan. Tidak usah jauh-jauh belajar ke Jerman, dari Filipina saja," kata Arif.
Menurut dia, potensi energi terbarukan di Filipina sudah termanfaatkan secara baik karena ada undang-undang energi terbarukan.
Di Indonesia, ia menjelaskan, Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak secara spesifik mendorong pemanfaatan energi terbarukan.
"Sebenarnya undang-undang ini sudah bagus, tapi kami melihat pelaksana dari undang-undang ini yang tidak cukup menggunakan undang-undang supaya powerful," katanya.
Pemanfaatan energi terbarukan di dalam negeri juga masih terkendala. "Misalnya fiskal. Bagaimana energi kotor seperti batu bara, minyak, dan gas mendapatkan subsidi yang sabgat besar dari pemerintah. Sementara energi terbarukan alih-alih mendapat subsidi, justru tidak mendapat apa-apa," katanya.
(nta)
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013