Dalam pernyataannya, kantor PBB di Yaman mengatakan bahwa sebuah kapal teknisi yang diberi nama "Ndeavor" telah tiba dari Djibouti di Afrika timur di Laut Merah guna melakukan persiapan awal untuk rencana penyelamatan darurat.
Pernyataan itu menyebutkan bahwa kapal tersebut akan segera mulai bekerja untuk menjadikan kondisi kapal tanker minyak super itu lebih aman sebelum proses pemindahan minyak dimulai.
FSO Safer, yang tertambat di Laut Merah di dekat lepas pantai Hodeidah, tidak terpelihara sejak 2015 akibat konflik yang sedang berlangsung di Yaman.
Kapal supertanker yang kondisinya semakin memburuk dan rusak itu dijuluki "bom waktu terapung" oleh PBB, karena berisiko tinggi mengalami ledakan atau kebocoran minyak, berpotensi menyebabkan bencana yang empat kali lebih besar dibandingkan insiden Exxon Valdez pada 1989 di Laut Merah.
Sementara itu, seorang pegawai PBB di Yaman mengonfirmasi kepada Xinhua bahwa rencana untuk mengeluarkan minyak dari kapal yang sudah membusuk itu belum akan dimulai dalam beberapa hari ke depan, karena tugas "Ndeavor" adalah menciptakan kondisi yang lebih aman dan lebih baik untuk tahap berikutnya.
PBB masih mengimbau masyarakat internasional untuk mengumpulkan lebih banyak uang guna mendanai operasi penting itu.
Sebuah pernyataan dari Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan bahwa kebocoran skala besar akan menghancurkan komunitas nelayan di sepanjang pesisir Laut Merah Yaman, mengakibatkan hilangnya 200.000 mata pencarian dalam sekejap, dengan stok ikan membutuhkan waktu 25 tahun untuk pulih.
Hal itu juga akan menyebabkan penutupan pelabuhan Hodeidah dan Saleef, yang sangat penting untuk membawa bahan pangan, bahan bakar, dan suplai penyelamat nyawa ke Yaman, negara dengan 17 juta orang yang membutuhkan bantuan pangan.
Pada April, PBB mengatakan pihaknya telah menerima komitmen pasti sebesar 95 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp14.969) untuk rencana penyelamatan FSO Safer, seraya menambahkan bahwa mereka masih membutuhkan 34 juta dolar AS lagi untuk melanjutkan proyek tersebut.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023