Kami harus mencari jalan untuk menyeimbangkan kembali perdagangan bilateral kami sekalipun ini butuh proses,"

Abuja (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan Indonesia dan Nigeria perlu mencari jalan untuk menyeimbangkan nilai perdagangan bilateralnya yang saat ini defisit sebesar satu sampai 1,5 miliar dolar AS bagi Indonesia akibat impor minyak dan gas yang relatif besar.

"Kami harus mencari jalan untuk menyeimbangkan kembali perdagangan bilateral kami sekalipun ini butuh proses," katanya di depan para pelaku usaha dan pejabat kedua negara yang menghadiri Forum Bisnis Indonesia-Nigeria di Abuja Sabtu.

Gita mengatakan kedua negara memiliki banyak persamaan dalam berbagai aspek seperti pertumbuhan ekonomi, potensi pasar dan sumber daya alam namun keduanya dapat mencari jalan untuk memperkuat kerja sama perdagangan dan investasinya.

Ia mengatakan ekonomi Indonesia akan terus berkembang dan diperkirakan negara ini menjadi kekuatan ekonomi kelima, keenam atau ketujuh dunia pada 2035 dengan Produk Domestik Bruto (GDP) senilai 60 triliun dolar AS.

"Bisa dibayangkan berapa minyak dan gas yang bisa diimpor Indonesia dari Nigeria," katanya dalam forum bisnis yang jua dihadiri Menteri Perdagagan dan Investasi Nigeria Olusegun Olutoyin Aganga dan Kepala BKPM Muhammad Chatib Basri itu.

Namun Gita Wirjawan dalam sesi konferensi pers bersama Olusegun Olutoyin Aganga menggarisbawahi perlunya kedua pemerintah segera memiliki "preferential trade agreement" untuk mendorong penguatan kerja sama perdagangan.

Sementara itu Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Muhammad Chatib Basri mendorong para investor Nigeria untuk "mulai melihat" Indonesia sebagai negara tujuan investasi mengingat kondisi dan prospek kemajuan yang diraih.

Sebaliknya para pebisnis dan investor Indonesia juga melihat potensi besar Nigeria sebagai negara penerima terbesar arus investasi langsung asing di Afrika, katanya.


Revolusi industri Nigeria

Menteri Perdagagan dan Investasi Nigeria Olusegun Olutoyin Aganga dalam presentasinya juga memaparkan berbagai peluang investasi dan insentif bagi investor asing di negaranya.

Menurut dia, Nigeria telah memulai apa yang disebutnya "rencana revolusi industri"nya dengan menawarkan berbagai peluang investasi di berbagai sektor seperti listrik, infrastruktur jalan, jaringan rel kereta api, penerbangan, pelabuhan, properti, agrobisnis dan agroindustri.

"Jadi ada banyak peluang bisnis yang bisa digarap bersama oleh Indonesia dan Nigeria," katanya.

Forum bisnis yang diselenggarakan bertepatan dengan kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Abuja itu juga diisi dengan penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antara Kamar Dagang dan Industri kedua negara srta kontrak bisnis antara PT Garuda Maintenance Facility (GMF) AeroAsia dengan lima maskapai penerbangan Nigeria senilai 60 juta dolar AS dalam lima tahun.

Kelima maskapai penerbangan Nigeria itu adalah Kabo Air, Silverback Africa, Hak Air, Max Air Limited dan Service Air Limited.

Dari kalangan korporasi dan pebisnis yang mengikuti forum yang juga diisi dengan "business matching" itu antara lain Dirut Garuda Indonesia Emirsyah satar, Dirut PT.GMF AeroAsia Richard Budihadianto, Ketua Komisi Afrika Kadin Indonesia Mintardjo Halim, Pimpinan Indofood di Nigeria Adhi Narto, Alhaji Barau Mangal (Max Air Ltd), Tonny ezzena (Oranye Drugs Ltd.), Dr.Herbert A.Ajayi (NACCIMA), dan Kolawole B.Jamodu (Asosiasi Manufaktur Nigeria).

Data Kementerian Perdagangan RI menunjukkan total nilai perdagangan Indonesia-Nigeria pada 2012 mencapai 2,7 miliar dolar AS.

Ekspor Indonesia ke negara itu mengalami pertumbuhan rata-rata 14 persen per tahun selama delapan tahun terakhir atau nilainya naik dari 176 juta dolar AS tahun 2004 menjadi 337 juta dolar AS pada 2012.

Ekspor Indonesia tersebut umumnya berupa barang jadi dan setengah jadi seperti minyak goreng, margarin, minyak sayur, saus, kertas, kertas karton, rekaman video, produk medis, dan sabun.

Namun laju impor Indonesia dari negara berpenduduk 170 juta jiwa ini juga meningkat dengan pertumbuhan rata-rata per tahun mencapai 21 persen.

Indonesia mengalami defisit dalam perdagangan bilateralnya dengan Nigeria akibat nilai impor bahan bakar mineral yang mencapai 2,37 miliar dolar AS pada 2012.

Selain bahan bakar mineral, Indonesia juga mengimpor produk non-migas Nigeria seperti kapas, aluminium timah hitam, kulit merah, kertas karton, barang dari kayu, mesin-mesin/pesawat mekanik, kopi, teh, rempah-rempah dan sabun dan preparat pembersih.
(R013)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013