Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR menilai Badan Pelaksana Minyak dan Gas (BP Migas) lamban dalam menangani luapan lumpur panas yang semakin meluas di Sidoarjo, Jatim. Wakil Ketua Komisi VII DPR, Sonny Keraf, dalam rapat dengar pendapat dengan Kepala BP Migas, Kardaya Warnika, di Jakarta, Senin mengatakan hingga saat ini, lumpur panas belum mendapat penanganan sebagaimana mestinya. "BP Migas tidak ada perannya dalam penanganan masalah lumpur ini," katanya yang bersama anggota Komisi VII DPR lainnya, Alvin Lie dan Tyas Indyah Iskandar, baru saja meninjau lokasi lumpur tersebut. Sonny juga menyoroti peran PT Lapindo Brantas yang belum bekerja dengan maksimal menangani lumpur yang telah menggenangi puluhan ha permukiman, pabrik, sawah, tambak, hingga jalan tol. "Malah, masyarakat setempat yang aktif membangun tanggul," tambahnya. Alvin menambahkan Lapindo kurang melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam mengatasi kejadian tersebut. Pengamat migas, Karimarajo Tunggul Sirait menambahkan BP Migas sulit melakukan pengawasan hingga ke daerah-daerah, karena keberadaannya hanya berada di pusat. "Kami meragukan efektifitas BP Migas melakukan pengawasan hingga ke daerah-daerah," katanya. Sebelumnya, Deputi Operasi BP Migas, Dodi Hidayat, memperkirakan penanganan semburan lumpur panas membutuhkan waktu selama sebulan. Sejak akhir Mei lalu, lumpur panas yang disertai gas yang berbau menyengat menyembur keluar dari sumur pengeboran Banjar Panji milik Lapindo di Desa Siring, Porong, Sidoarjo. Manajemen Lapindo mengungkapkan semburan lumpur itu disebabkan gempa Yogyakarta yang membuat rekahan di sekitar lokasi pengeboran. Akibat kejadian itu, permukiman penduduk, sawah, dan tambak hingga sebagian badan jalan tol ruas Surabaya-Gempol yang dioperasikan PT Jasa Marga terendam lumpur panas. (*)
Copyright © ANTARA 2006