Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik di perdagangan Asia pada Senin sore, setelah para pemimpin AS mencapai kesepakatan plafon utang tentatif, kemungkinan mencegah gagal bayar di ekonomi dan konsumen minyak terbesar dunia itu, meskipun kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga lebih lanjut membatasi kenaikan.
Minyak mentah berjangka Brent terangkat 45 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 77,40 dolar AS per barel pada pukul 06.36 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik 53 sen atau 0,7 persen, menjadi diperdagangkan di 73,2 dolar AS per barel.
Perdagangan internasional diperkirakan akan lesu pada Senin karena hari libur Inggris dan Amerika Serikat.
Presiden AS Joe Biden dan Ketua DPR Kevin McCarthy pada akhir pekan membuat kesepakatan untuk menangguhkan plafon utang 31,4 triliun dolar AS dan membatasi pengeluaran pemerintah untuk dua tahun ke depan. Kedua pemimpin menyatakan keyakinannya bahwa anggota partai Demokrat dan Republik akan memberikan suara untuk mendukung kesepakatan tersebut.
Mencapai kesepakatan dan semakin dekat untuk menghindari gagal bayar utang AS memperbaharui selera investor terhadap aset-aset berisiko seperti komoditas.
Para analis mengatakan kesepakatan sementara telah mengambil tekanan dari pasar, menawarkan reli dalam aset-aset berisiko, termasuk minyak mentah.
"Kita bisa melihat lebih banyak keuntungan karena reli sedang berlangsung di pasar keuangan yang lebih luas ketika AS kembali dari akhir pekan Memorial Day yang panjang," kata Vandana Hari, pendiri penyedia analisis pasar minyak Vanda Insights.
Pekan lalu, Brent dan WTI naik lebih dari satu persen, menguat untuk minggu kedua.
Harga minyak naik karena pembicaraan plafon utang AS menunjukkan kemajuan dan setelah menteri energi Saudi Abdulaziz bin Salman memperingatkan para short-seller atau mereka yang bertaruh bahwa harga minyak akan jatuh untuk "hati-hati" terhadap rasa sakit.
Peringatan Bin Salman dipandang sebagai sinyal bahwa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, dapat memangkas produksi lebih lanjut ketika mereka bertemu pada 4 Juni.
Namun, komentar dari pejabat dan sumber perminyakan Rusia, termasuk Wakil Perdana Menteri Alexander Novak, mengindikasikan produsen minyak terbesar ketiga dunia itu condong ke arah membiarkan produksi tidak berubah.
Para analis memperkirakan dorongan harga minyak dari kesepakatan utang sebagai berumur pendek.
Keberlanjutan reli minyak dipertanyakan karena ada kemungkinan besar Federal Reserve AS akan menaikkan suku bunga pada Juni setelah metrik inflasi pilihan mereka naik lebih dari yang diperkirakan untuk April, kata analis IG Tony Sycamore yang berbasis di Sydney.
"Suku bunga AS yang lebih tinggi adalah hambatan untuk permintaan minyak mentah," tambahnya.
Investor akan mengamati data manufaktur dan jasa-jasa di China, importir minyak terbesar dunia, minggu ini serta data penggajian nonpertanian AS pada Jumat (2/6/2026) untuk sinyal pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Pertumbuhan produksi minyak masa depan di AS, produsen terbesar dunia, juga mungkin melambat karena perusahaan energi memangkas rig untuk minggu keempat. Jumlah rig minyak yang beroperasi turun lima menjadi 570 minggu lalu ke level terendah sejak Mei 2022, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co dalam laporan mingguannya pada Jumat (26/5/2023).
Baca juga: Minyak naik didorong optimisme permintaan, pembicaraan plafon utang
Baca juga: Rubel menguat terhadap dolar karena pembayaran pajak semakin dekat
Baca juga: Minyak naik di Asia di tengah ketidakpastian pemotongan pasokan OPEC+
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023