Islamabad (ANTARA News) - Panglima Divisi 19 AD Pakistan yang bertanggung jawab dalam program deradikalisasi di negara itu, Mayor Jenderal Ghulam Qamar mengemukakan, aksi-aksi radikalisme akan dapat dikalahkan jika rakyat juga proaktif menentangnya.

"Untuk itu, militer dengan kekuatan politik lainnya harus bahu-membahu dengan rakyat melakukan aksi bersama,"  kata Qamar di markas besar Divisi Infantri 19 AD Pakistan di kawasan Khawaza Khela, Lembah Swat, Kamis, saat menerima kunjungan enam wartawan Indonesia yang diundang pemerintah negara itu.

Walaupun situasi sudah cukup relatif aman, rombongan kendaraan wartawan menuju markas besar Divisi l9 yang melalui jalan utama dikawal oleh kendaraan militer berisi anggota pasukan dengan pakaian tempur dan bersenjata lengkap.

Menurut Mayjen Qamar, sudah tidak ada ruang lagi ruang gerak bagi kelompok Taliban untuk bangkit kembali karena segenap warga akan menentang kehadiran mereka yang terbukti hanya menimbulkan kesengsaraan.

"Bisa saja muncul aksi-aksi kekerasan yang dilakukan secara individual, dan ini mungkin terjadi di mana saja, tetapi mereka sudah tidak memiliki kemampuan melancarkan operasi militer," tuturnya.

Operasi militer di wilayah Lembah Swat, Provinsi Khyber Pakthunkwa, 160 Km dari Islamabad, dilancarkan oleh pemerintah Pakistan sejak Mei sampai Juli 2009 akibat kacaunya situasi keamanan dan ketertiban di wilayah pariwisata tersebut menyusul aksi-aksi pembakaran sejumlah kantor polisi, bangunan sekolah dan berbagai prasarana umum oleh kelompok Taliban.

Tercatat sebanyak 321 bangunan sekolah, 42 rumah sakit, 65 gardu listrik, l43 mesjid dan ruas jalan sepanjang 135,5 km rusak akibat aksi-aksi pembakaran dan perusakan yang dilakukan oleh kelompok Taliban yang berbaur dengan warga setempat untuk menuntut pemberlakuan hukum syariah di wilayah itu .

Strategi operasi dilakukan dalam empat tahap, pembersihan dengan mengosongkan seluruh wilayah itu (clear), kemudian mempertahankan situasi keamanan, membangun kembali prasarana dan sarana umum yang rusak dan terakhir mengembalikan sistem administrasi pemerintahan daerah.

Dalam operasi militer yang berlangsung sekitar tiga bulan tersebut, menurut Jenderal Qamar, tercatat sebanyak 416 anggota pasukannya menjadi martir, dan lebih 1.000 orang lagi mengalami luka-luka, sementara pihak Taliban kehilangan 3.423 anggotanya dan l.000 lainnya luka-luka.

Program deradikalisasi dilancarkan Divisi 19 setelah warga Lembah Swat dikembalikan ke tempat asalnya masing-masing.

Di pusat deradikalisasi yang terletak beberapa km dari markas Divisi 19, para mantan kombantan Taliban dibagi dalam kelompok-kelompok pelatihan seperti otomotif, peralatan elektronik rumah tangga, pertanian, tenun dan penggunaan komputer dalam program pelatihan yang berlangsung sekitar tiga bulan.

Selain keterampilan, peserta yang berusia antara l6 sampai di atas 50 tahun juga mendapat bimbingan psikologis guna mengembalikan pola pikir mereka yang sebelumnya di "brain washing" oleh kelompok Taliban untuk melakukan aksi jihad secara keliru.

Para peserta juga mendapatkan bimbingan mengenai ajaran agama yang benar, khususnya ajaran Islam yang penuh dengan toleransi dan haram untuk melancarkan bom bunuh diri, melukai, apalagi membunuh orang yang tidak berdosa.

Saat ini program deradikalisasi tersebut telah memasuki angkatan ke-9 dengan jumlah 1.006 yang lulus dari l.135 peserta.

Para lulusan juga diberikan kemudahan berupa bantuan modal untuk usaha dan juga kesempatan utuk melanjutkan pendidikan mereka.

Para mantan combatant Taliban tersebut sebagian buta huruf, dan sebagian lagi tamatan madrasah. Misalnya saja, pada angkatan ke-9, dari 61 peserta, 32 orang buta huruf, dua mengenyam bangku madrasah dan sianya 29 orang tamatan SD.

Seorang mantan Taliban, Natzir yang mengikuti program latihan di bidang alat elektronika rumahtangga mengaku ia waktu itu dibujuk oleh seseorang untuk untuk bergabung dengan kelompok Taliban.

Sementara itu, Yunus yang sedang mengikuti tes psikologis mengakui senang dan merasa nyaman berada di pusat deradikalisasi tersebut.

Sementara itu, di Islamabad, sebelumnya, Dirjen Layanan Humas (ISPR) Mayor Jenderal Asim Saleem Bajwa mennuturkan, tinggal lima persen kantong wilayah di seluruh tapal batas Pakistan dengan Afghanistan yang dikuasai kelompok Taliban yakni di seputar wilayah Warizistan berkat operasi-operasi militer yang dilakukan pasukan pemerintah.

Ia mengakui, dari 251 operasi berskala besar dan 735 operasi kecil-kecilan yang dilancarkan militer Pakistan antara 2003 sampai 2012 telah mengobankan sekitar 15.000 nyawa tentara dan polisi serta sekitar 37.000 warga sipil.

Sekitar 150.000 pasukan Pakistan dan 47.000 pasukan AS/NATO dilibatkan dalam operasi militer untuk memerangi kelompok Taliban yang beroperasi di sepanjang 2.560 Km wilayah perbatasan antara Pakistan dan Afghanistan.

Selain melancarkan operasi militer, menurut dia, Pakistan juga membangun pagar-pagar pengaman, melakukan patroli, mendirikan 821 pos pengamanan, memberlakukan jam malam dan melakukan pengawasan dengan sistem biometric guna mencegah infiltrasi kelompok militan Taliban.

Selain kondisi alamnya berupa pegunungan diselang-selingi lembah yang curam, panjangnya tapal batas yang diawasi, longgarnya penegakan hukum serta budaya suku-suku setempat yang memiliki hukum adat setempat serta menolak kehadiran pihak asing juga ikut mempersulit upaya pemulihan kembali wilayah-wilayah tersebut.

"Perang antarkelompok suku (tribal) sudah biasa terjadi, namun jika ada ancaman dari pihak luar, mereka akan bersatu," tutur Jenderal Saleem.

Dampak dari keberhasilan operasi miter yang dilancarkan pemerintah, tuturnya, selain meningkatkan moral pasukan termasuk para milisi dan pemerintahan lokal.

Sebaliknya, menghapus mitos bahwa Taliban tidak bias ditaklukkan serta mempersempit ruang gerak mereka karena terputusnya jalur logistik dan dihancurkannya kantong-kantong perlawanan mereka.

Menyinggung penggunaan pesawat tak berawak yang digunakan oleh pasukan AS, ia mengatakan, memang telah berhasil menewaskan sejumlah tokoh-tokoh teroris, namun demikian juga menimbulkan kerusakan kolateral.

"Bisa saja, perburuan terhadap tokoh teroris yang berada di suatu bangunan atau kerumunan warga akan mengorbankan warga lain," tuturnya.

Pakistan menjadi salah satu negara yang menjadi korban aksi-aksi terorisme, tidak saja dihitung dari hilangnya nyawa tentara dan polisi serta rakyat yang tidak berdosa tetapi juga kerugian ekonomi.

"Kami mendukung aksi-aksi memerangi terorisme di bagian dunia mana pun," katanya menambahkan.
(ANT)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2013