Bogota (ANTARA News) - Konflik bersenjata kembali terjadi di Kolombia, Kamis, hingga menewaskan empat tentara dan lima pemberontak dalam bentrokan terpisah sementara pemerintah dan pemberontak kelompok kiri meneruskan perundingan mereka di Kuba.

Bentrokan itu merupakan yang pertama kalinya yang menjatuhkan korban di pihak militer Kolombia sejak Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia (FARC) mengakhiri gencatan senjata sepihak yang berlangsung satu bulan pada 20 Januari lalu.

Pihak militer mengatakan empat tentaranya tewas dan dua lainnya luka-luka pada Kamis dini hari ketika mereka berupaya menahan para pemberontak FARC memasuki kota Policarpa di provinsi Narino sebelah selatan.

Sementara itu, di provinsi sebelah barat daya, Antioquia, lima gerilyawan juga tewas dalam sebuah operasi yang dilancarkan angkatan darat di kota Nudo Paramillo, kata juru bicara angkatan tersebut.

Bentrokan terjadi pada hari yang sama berlangsungnya perundingan damai di Havana antara perwakilan pemerintah dan FARC setelah istirahat selama enam hari.

Perundingan yang ditujukan untuk mengakhiri pemberontakan terlama di Amerika Latin itu, belakangan ini berjalan di tengah meningkatnya ketegangan.

Selain bentrokan hari Kamis, para pemberontak FARC juga menculik dua polisi serta membom sebuah bagian pipa saluran minyak di provinsi selatan Putumayo.

FARC hari Rabu membenarkan bahwa pihaknya menahan dua polisi, yang disebutnya sebagai "tahanan perang" dan membuat garis perbedaan antara melakukan penahanan terhadap pasukan keamanan dan penculikan untuk mendapatkan tebusan, yang telah dijanjikan akan dihentikan.

Penculikan itu merupakan pertama kalinya yang dilakukan oleh FARC sejak April 2012 ketika kelompok itu membebaskan 10 polisi dan tentara yang mereka tahan selama beberapa tahun.

Humberto de la Calle, kepala perunding pihak pemerintah, mengatakan pada Rabu bahwa penculikan itu merupakan "tindakan salah yang menyerang proses (perdamaian)."

Ia mengatakan para pemberontak akan menggunakan penculikan polisi untuk mencoba melakukan tekanan bagi kedua belah pihak.

"Kami tidak akan menerima tekanan untuk menyetujui gencatan senjata," ujarnya.

Sementara itu, delegasi kelompok bersenjata tersebut di Havana membantah memiliki informasi soal kedua polisi yang diculik dan menyatakan kembali keinginan mereka untuk melanjutkan pembicaraan damai dengan pemerintahan Presiden Juan Manuel Santos.

"Sejauh ini, kami tidak memiliki laporan resmi yang berkaitan (dengan penculikan) atau apakah itu dilakukan oleh FARC," kata kepala perunding Ivan Marquez, Kamis, beberapa saat sebelum melanjutkan perundingan.

Ketika ditanya apakah polisi-polisi itu akan dibebaskan, Marquez, yang merupakan pejabat penting kedua di kelompok pemberontak, mengatakan, "Kita harus menunggu dulu dan melihat bagaimana posisi dari kelompok manapun yang melakukan tindakan tersebut."

Marquez mengatakan FARC berkomitmen terhadap pembicaraan damai "sampai kita mendapatkan jalan yang akan menuntun kita menuju perdamaian."

Perundingan yang dimulai pada November itu, diselenggarakan untuk pertama kalinya dalam satu dekade.

Tiga upaya perundingan sebelumnya gagal terwujud.

FARC, yang dibentuk tahun 1964, diperkirakan memiliki 8.000 gerilyawan.

Delegasi pemerintah yang dipimpin oleh mantan wakil presiden Kolombia, Humberto de la Calle, tidak memberikan pernyataan apapun ketika tiba hari Kamis di gedung pertemuan di Havana, tempat berlangsungnya pembicaraan sejak 19 November lalu, demikian mengutip AFP.

(T008)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013