Terhitung mulai hari ini, baik semua rapat maupun kegiatan DPR lainnya yang menyediakan jamuan makan, tidak lagi menyuguhkan buah-buahan impor tapi buah lokal yang diolah oleh para petani Indonesia,"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR Marzuki Alie memastikan parlemen tidak lagi menggunakan buah impor untuk jamuan berbagai acara terhitung mulai Kamis (31/1).

"Terhitung mulai hari ini, baik semua rapat maupun kegiatan DPR lainnya yang menyediakan jamuan makan, tidak lagi menyuguhkan buah-buahan impor tapi buah lokal yang diolah oleh para petani Indonesia," kata Marzuki di Gedung DPR, Jakarta, Kamis.

Marzuki mengatakan keputusan tersebut sudah disetujui dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus) hari ini.

Menurut dia, langkah tersebut diambil sebagai dukungan kepada petani lokal yang juga telah berperan melestarikan produk hasil dalam negeri.

"Buah-buahan kita tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri," katanya.

Dia menegaskan Indonesia memiliki ragam buah-buahan yang jauh lebih menarik dan nikmat dibandingkan produk dari luar negeri.

Dengan keputusan tersebut, dia menjamin tidak akan ditemukan lagi buah-buahan impor dalam jamuan berbagai rapat di DPR.

"Kami akan suguhkan buah lokal, misalnya manggis, jeruk dan lain-lain," katanya.

Marzuki berharap langkah tersebut dapat didukung oleh seluruh rakyat Indonesia dengan mendahulukan mengonsumsi buah-buahan lokal.

Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Roedhy Poerwanto menilai kebijakan larangan impor sejumlah komoditas hortikultura seperti buah-buahan dan sayuran yang baru-baru ini diterapkan pemerintah sebaiknya bersifat permanen atau berkelanjutan.

"Jadi bukan larangannya yang dipermanenkan, tapi kebijakan yang tidak selalu bersifat sementara, sehingga petani kita belum siap," katanya.

Selain itu jika kebijakan pembatasan atau larangan impor produk hortikultura itu permanen, maka para investor pun tidak dirugikan karena mereka telah melakukan persiapan dalam proses penanaman.

Pemerintah melakukan pelarangan impor terhadap beberapa produk hortikultura, Januari hingga Juni 2013.
(J010/R010)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013