Padang (ANTARA) - Direktur Eksekutif the Indonesian Institut Adinda T. Muchtar memaparkan sejumlah aspek yang menjadi permasalahan terkait dengan kampanye di media sosial saat pemilihan umum (pemilu) berlangsung.
"The Indonesian Institut melakukan studi (penelitian) di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan dengan melihat dua hal, yaitu regulasi dan implementasi," kata Direktur Eksekutif the Indonesian Institut Adinda T. Muchtar di Padang, Jumat.
Dari segi regulasi The Indonesian Institut melihat beberapa poin penting yang menjadi permasalahan dalam konteks penataan kampanye di media sosial. Pertama, adanya ketidaksesuaian atau ketidakharmonisan peraturan KPU dengan Bawaslu.
Poin kedua, ketika peraturan tersebut tidak selaras, peraturan yang dibuat juga tidak memadai saat diimplementasikan. Misalnya, dalam PKPU tidak menjelaskan secara detail tentang citra diri.
Sementara itu, di peraturan Bawaslu dijelaskan tentang citra diri yang menggambarkan diri calon anggota legislatif (caleg). Tidak hanya itu, pihaknya juga menyoroti keterbatasan peraturan pengawasan terhadap media sosial.
Dalam PKPU disebutkan bahwa pendaftaran akun media sosial, yakni 10 akun per aplikasi. Bisa dibayangkan dengan banyaknya jumlah caleg yang maju pada Pemilu 2024, menurut dia, KPU maupun Bawaslu akan kewalahan mengawasinya.
"Oleh karena itu, pendekatannya membutuhkan banyak pihak, baik masyarakat sipil maupun akademisi," ujarnya.
Sementara itu, anggota Bawaslu Provinsi Sumbar Muhammad Khadafi mengatakan bahwa semua pihak baik peserta maupun penyelenggara pemilu menginginkan regulasi kampanye yang paripurna, bahkan mendekati sempurna.
Secanggih apa pun regulasi yang dibuat, kata dia, bila pengguna media sosial tidak menggunakannya dengan baik atau sesuai dengan ketentuannya, regulasi tersebut juga tidak baik.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2023