Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengatakan Kementerian Sekretariat Negara menunggu penjelasan Mahkamah Konstitusi (MK) soal putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.
"Kita menunggu penjelasan MK karena ada polemik dan banyak pendapat, ada yang berpendapat berlaku saat ini atau periode mendatang," kata Faldo kepada wartawan di Jakarta, Jumat.
Pada Kamis (25/5) Majelis Konstitusi yang dipimpin Hakim Konstitusi Anwar Usman menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang semula berbunyi "Pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun" bertentangan dengan UUD 1945 sehingga pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
"Intinya, saat ini pemerintah menunggu Mahkamah Konstitusi untuk bisa memberikan penjelasan," tambah Faldo.
Faldo menegaskan seperti pernyataan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sebelumnya bahwa pemerintah saat ini masih membahas soal pembentukan panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK.
"Mensesneg sudah sampaikan bahwa proses penjaringan pemilihan pimpinan KPK terdapat 6 bulan," ungkap Faldo.
MK diketahui mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
Dalam menyampaikan pertimbangan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah menyatakan bahwa ketentuan masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun tidak saja bersifat diskriminatif, tetapi tidak adil jika dibandingkan dengan komisi dan lembaga independen lainnya.
Guntur Hamzah membandingkan masa jabatan KPK dengan Komnas HAM. Masa jabatan pimpinan Komnas HAM adalah lima tahun. Oleh karena itu, akan lebih adil apabila pimpinan KPK menjabat selama lima tahun.
Masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun dinilai jauh lebih bermanfaat dan efisien jika disesuaikan dengan komisi independen lainnya, kata dia.
Selain itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa masa jabatan empat tahun memungkinkan presiden dan DPR RI yang sama melakukan penilaian terhadap KPK sebanyak dua kali. Penilaian dua kali terhadap KPK tersebut disebut dapat mengancam independensi KPK.
Baca juga: Jubir MK sebut putusan langsung berlaku untuk pimpinan KPK periode ini
Baca juga: Arsul Sani: Putusan MK soal pimpinan KPK berkonsekuensi pada UU MK
Karenanya, kewenangan presiden maupun DPR RI untuk dapat melakukan seleksi atau rekrutmen pimpinan KPK sebanyak dua kali dalam masa jabatannya dapat memberikan beban psikologis dan benturan kepentingan terhadap pimpinan KPK yang hendak mendaftarkan diri untuk mengikuti seleksi calon pimpinan KPK berikutnya.
MK menilai penting untuk menyamakan ketentuan tentang periode jabatan lembaga negara yang bersifat independen, yaitu lima tahun.
Uji materi itu diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron yang menggugat UU Nomor 19 Tahun 2019 khususnya Pasal 29 e dan Pasal 34 terhadap Pasal 28 D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan Pasal 28 I ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945. Gugatan tersebut terdaftar dengan Nomor 112/PUU-XX/2022.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan ada dua pendapat terkait putusan MK tersebut. Pendapat pertama, putusan MK itu tidak berlaku untuk pimpinan saat ini tetapi untuk pimpinan KPK mendatang sehingga Firli Bahuri dkk tetap akan berakhir masa jabatannya pada 20 Desember 2023.
Sedangkan pandangan lain menyebutkan putusan MK tersebut berlaku serta merta setelah diucapkan dan konsekuensinya. Presiden harus mengubah keputusan presiden terkait masa jabatan pimpinan KPK.
Namun Juru Bicara (Jubir) MK Fajar Laksono mengatakan putusan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK itu berlaku untuk masa kepemimpinan Ketua KPK Firli Bahuri dan keempat komisioner KPK lainnya.
Fajar mengatakan putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 tersebut juga memperpanjang masa jabatan Dewan Pengawas KPK saat ini.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023