Kami memiliki pangsa Syariah yang sama dengan Mesir sekitar lima persen,"Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) mengemukakan, perbankan Syariah di Indonesia memiliki pangsa pasar yang sama dengan Mesir sekitar lima persen.
"Kami memiliki pangsa Syariah yang sama dengan Mesir sekitar lima persen," ujar Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI) Edy Setiadi dalam seminar "Pengelolaan Dana Umat dengan Prinsip Ekonomi Syariah" di Jakarta, Selasa.
Namun, lanjut dia, pangsa itu masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan perbankan Syariah di Malaysia yang telah mencapai 23,1 persen dari perbankan konvensional.
Ia mengatakan, untuk meningkatkan pangsa Syariah di dalam negeri pihaknya akan melakukan beberapa strategi edukasi dan sosialisasi bersama dengan industri dalam bentuk "iB campaign" untuk mendapatkan nasabah "funding" maupun "financing".
Hal itu, lanjut dia, telah mampu memperbesar pangsa pasar perbankan syariah dari total perbankan nasional menjadi 4,69 persen atau meningkat dibandingkan akhir tahun 2011 yang sebesar 4,08 persen.
Menurut Edy, dana pihak ketiga (DPK) merupakan sumber utama pertumbuhan, kedepan perbankan syariah perlu melakukan upaya-upaya yang sistematis, berkesinambungan dan intensif untuk mendorong penghimpunan DPK dengan tetap mengupayakan tingkat imbalan yang wajar.
"DPK sebagai motor penggerak perbankan syariah, dalam statistik periode Desember 2012 menunjukkan porsi terbesar berupa deposito yaitu sebesar Rp86,552 triliun (57,53 persen) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp46,190triliun (30,70 persen) dan Giro sebesar Rp17,708 triliun (11,77 persen)," paparnya.
Ia menambahkan, salah satu sumber dana alternatif bagi perbankan syariah dapat berasal dari dana umat. Dana umat Islam dapat berupa zakat, infak, sodaqoh lainnya yang telah dikelola oleh BAZNAS dan wakaf yang dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
"Dana umat itu akan sangat berguna bagi perbankan syariah sebagai Dana Pihak Ketiga, tidak hanya untuk mengentaskan kemiskinan namun juga dapat disalurkan kembali secara produktif demi kemaslahatan masyarakat," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Edy memaparkan, potensi wakaf di Indonesia dapat mencapai Rp2,5 trilyun selama setahun dengan asumsi jika 10 juta umat muslim mewakafkan mulai dari Rp1.000-Rp100 ribu per bulan.
Dikemukakan dia, berdasarkan data dari International Center for Education Islamic Finance (INCIEF), jumlah dana wakaf di Indonesia saat ini sebesar 1,5 juta dolar AS atau sekitar Rp11,7 miliar dari jumlah penduduk muslim 205 juta jiwa atau 88 persen dari jumlah penduduk.
"Apabila dibandingkan dengan beberapa negara lain, dana wakaf di Indonesia dirasakan masih sangat kecil, sebagai contoh data wakaf di Malaysia sebesar Rp644 miliar dari jumlah penduduk muslim sebanyak 17,3 juta jiwa atau 61,3 persen dari jumlah penduduk," kata dia.
Sehubungan dengan hal itu, lanjut Edy, dalam rangka mendorong peningkaan dana wakaf, maka diperlukan kerjasama semua pihak dalam rangka mensosialisasikan gerakan wakaf termasuk wakaf tunai di Indonesia melalui pengoptimalan lembaga-lembaga yang dapat menghimpun wakaf tunai maupun penyederhanaan proses pengumpulan dana wakaf sehingga mendorong masyarakat lebih aktif.
"Dengan diperbolehkannya wakaf uang sesuai UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, perbankan syariah dapat berperan aktif baik dalam penerima wakaf maupun pengelola wakaf atas nama lembaga Nazir wakaf," kata dia.
Edy mengemukakan, implementasi wakaf uang pada bank syariah dapat dilakukan dalam bentuk penerimaan wakaf uang berdasarkan akad wadiah melalui jaringan kantor bank, ATM, internet banking, ataupun sarana elektronik lainnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Grup Perbankan Syariah BI, Bambang Kiswanto menargetkan, DPK perbankan syariah tahun ini tumbuh 17 persen menjadi Rp168 triliun dalam kondisi pesimistis. Sedangkan dalam kondisi moderat, diharapkan DPK tumbuh 23 persen menjadi Rp177 triliun.
"Sedangkan dalam kondisi optimis, diperkirakan DPK tumbuh 29 persen menjadi Rp186 triliun," kata dia. (KR-ZMF/B012)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013