Maubisse (ANTARA News) - Para pemimpin pemberontak Timor Leste merancang konperensi untuk mencari cara-cara mengubah konstitusi negara yang memberikan peluang diperbesarnya kekuasaan Presiden Xanana Gusmao. Mayor Alfredo Reinado, yang menyatakan bahwa ia pemegang komando para prajurit yang dipecat, mengatakan bahwa ia dan sekutu-sekutunya di samping beberapa intelektual yang tak disebutkan namanya, merancang akan mengadakan satu konperensi dalam pekan ini untuk membahas perubahan konstitusi itu. "Bagi persatuan nasional, kami akan mengadakan dialog atau konperensi dengan para intelektual," kata Reinado, seperti dilaporkan AFP. Dia mengatakan bahwa sejauh ini, tidak ada perkembangan yang dibuat dalam upaya memecahkan masalah negara dan satu konperensi diharapkan bisa membantu mendapatkan solusinya. "Solusinya adalah bahwa anda telah kembali mendukung masyarakat," kata Reinado tanpa menjelaskan lebih jauh pernyataannya itu. Manuel Tilman, pemberontak lainnya, mengatakan kepada AFP bahwa `gagasan kami adalah untuk mendapatkan satu cara agar dalam konstitusi itu ada cara untuk memecahkan masalah kita.` "Karena itu kami harus menangguhkan bagian dari konstitusi kami," tambah Tilman. Reinado dan Tilman mengatakan bahwa penangguhan bagian dari konstitusi itu hendaknya mengizinkan presiden mengambil banyak kekuasaan. Baru-baru ini Perdana Menteri Mari Alkatiri, yang diinginkan para pemberontak untuk mengundurkan diri, `tidak dipercayai lagi oleh masyarakat.` Reinado mengatakan, bahwa konperensi itu mungkin akan diadakan di Dare, tempat seminari besar Katholik, dan mungkin akan dilanjutkan di Dili. Satu resolusi harus bisa ditemukan segera, kata Reinado. "Kini adalah senjata yang sangat berbahaya, yang dapat membunuh rakyat. Maka itu kami ingin diambil keputusan sekarang," ujarnya menambahkan. Kerusuhan berlangsung berpekan-pekan menimpa ibukota Timor Leste setelah pemerintah memecat 600 tentara pada Maret lalu, setelah mereka mencetuskan komplain mengenai diskriminasi kedaerahan. Sebanyak 21 orang tewas bulan lalu dalam pertempuran secara terpisah antara pasukan-pasukan tentara yang bermusuhan, dan tentara dan polisi yang turut terjun dalam aksi-aksi kekerasan geng, yang kemudian memaksa pemerintah mengajukan campur-tangan asing. Lebih dari 2.000 tentara asing, yang dipimpin oleh Australia, digelar di Dili sementara tentara pemberontak masih menguasai satu wilayah pegunungan di luar ibukota. Alkatiri dengan tegas menolak untuk tunduk pada tekanan untuk mengundurkan diri. (*)
Copyright © ANTARA 2006