Padang (ANTARA News) - Forum Perjuangan "Spin Off" (FPSO) PT Semen Padang (PTSP) dijadwalkan menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono guna menyampaikan dukungan rencana pemerintah membeli kembali (buy back) saham Cemex di PT Semen Gresik Tbk (PTSG) yang hendak dilepas. "Kita besok (Senin, 12/6) akan bertemu Presiden untuk menyampaikan dukungan rencana pemerintah membeli saham Cemex itu," ujar Wakil Ketua FPSO PTSP, Drs. H. Afrizal, MBA kepada ANTARA di Padang, Minggu. Pada kesempatan bertemu Kepala Negara itu, FPSO juga akan menyampaikan sepucuk surat berisi harapan dan bahkan desakan agar pemerintah benar-benar membeli kembali saham yang akan dilepas Cemex tersebut. Surat tertanggal 9 Juni 2006 yang ditandatangani Afrizal dan Sekretaris FPSO Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pangulu itu antara lain ditembuskan kepada Wapres, Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua DPD, Kajagung, Kepala BPK, Menko Ekuin, Menneg BUMN, Menkeu, Kepala Bapepam, Dirut BEJ, Kapolri dan 15 pihak terkait lainnya. Dalam surat terdiri atas dua lembar itu, FPSO menceritakan kronologis PTSP mulai dari proses akuisisi yang cacat hukum pada 1995, kemudian privatisasi yang aneh pada 1998 serta rencana "put option" yang batal terlaksana pada tahun 2000. Afrizal juga menekankan bahwa FPSO mendukung sekaligus mendesak pemerintah segera merealisasikan pembelian kembali saham 24,9 persen Cemex yang hendak dilepas dengan harga yang pantas dan wajar. FPSO menilai pemerintah memang lebih baik membeli kembali saham Cemex itu, karena telah sesuai dengan CPSA (conditional sales purchasing agreement) antara kedua pihak (Pemerintah dan Cemex, red). FPSO juga merasa perlu mempertanyakan keengganan Cemex menjual sahamnya itu kepada pemerintah, meski CSPA yang ditandatangani ketika jual-beli saham pada 1998 mensyaratkan demikian. Jika berpedoman kepada CPSA, menurut dia, Cemex harus menjual saham itu kepada pemerintah dan bukan kepada pihak lain. Kepentingan nasional Afrizal pada kesempatan itu juga menekankan apa yang saat ini tengah diperjuangkan FPSO murni demi kepentingan nasional untuk mengembalikan PTSG dan terkhusus lagi PTSP menjadi BUMN murni seperti sebelum akuisisi tahun 1995. PTSP sendiri, menurut dia, berbeda dengan pabrik semen lain karena memiliki sejarah perjuangan yang panjang. Selain itu, PTSP juga berdiri di tanah adat (tanah ulayat) yang dengan sukarela diserahkan masyarakat demi kepentingan bangsa dan negara. "Meski demikian, kita tidak hendak memperjuangkan PTSP untuk kepentingan daerah, tetapi untuk kepentingan nasional karena industri semen merupakan industri strategis. Kalau ada yang berpikir kita berjuang untuk kepentingan daerah apalagi kelompok atau pribadi, itu salah besar," tegasnya. Ia mengatakan apa yang kini tengah diperjuangkan FPSO tidak lebih dari rasa kepedulian dan tanggung jawab moral bagi kepentingan negara. Karena, bila PTSG tetap dikuasai asing apalagi kartel, maka harga semen di dalam negeri akan melonjak tajam. Kebutuhan pemerintah yang tinggi terhadap pasokan semen bagi pembangunan yang mencapai 70 persen pada akhirnya akan memberatkan beban keuangan negara. Pada kesempatan itu, ia juga mengungkapkan, pihaknya melihat sebuah skenario tertentu yang ganjil sekaitan keengganan pihak Cemex menjual sahamnya kepada pemerintah. Ketika Cemex hanya mau menjual sahamnya itu kepada pihak Rajawali Grup, itu dinilai sebuah keganjilan yang patut dipertanyakan. "Selain aneh, ganjil dan berkemungkinan adanya `hiden agenda`, sikap menolak menjual kepada pemerintah itu juga merupakan tindakan pelecehan terhadap Pemerintah Republik Indonesia," ujarnya. Ia juga mengimbau pihak lain -- termasuk Rajawali Grup -- yang berminat membeli saham Cemex agar berhati-hati dan kembali mempertimbangkan rencana mereka secara matang. Para pihak lain yang berminat, menurut dia, harus menyadari konflik yang telah berlangsung selama ini, terutama terkait keberadaan PTSP dalam PTSG, kemudian keterlibatan Cemex di dalamnya. "Jika pihak lain termasuk Rajawali tetap ngotot beli saham itu berarti siap berhadapan dengan masyarakat Sumatera Barat yang sejak 1998 lalu telah menyuarakan `spin off`," katanya. FPSO sendiri dengan dukungan penuh masyarakat Sumbar, kata Afrizal, akan tetap memperjuangkan "spin off" sampai tuntutan itu dipenuhi. "Itu sikap kita. Ini bukan sekadar gertakan karena kita akan membuktikannya," tambahnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006