KPK paling pas menangani kasus rekening gendut
Jakarta (ANTARA News) - Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus dugaan rekening tidak wajar atau rekening gendut di Polri.
"Kalau kita berharap kasus itu disidik Polri maka menjadi sia-sia. Kenapa dulu kasus ini diserahkan ke KPK agar lembaga itu yang bisa menyidik kasus tersebut," kata peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Oce Madril di Jakarta, Selasa.
Melalui kewenangan supervisi yang dimiliki KPK, menurut dia, lembaga antikorupsi itu bisa mengambilalih kasus tersebut. Dia menilai, KPK merupakan lembaga yang paling pas menindaklanjuti kasus tersebut karena sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Amanat Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang KPK, yaitu tugas utama KPK adalah menuntaskan kasus korupsi di kepolisian, kejaksaan, dan penegak hukum lain. Karena itu KPK paling pas menangani kasus rekening gendut Polri ini," ujarnya.
Selain itu menurut Oce, kasus itu bisa diambilalih karena penanganannya terkatung-katung di Kepolisian. Dia menegaskan, kasus itu tidak dilanjuti kepolisian sudah diprediksi sejak awal karena akan terjadi konflik kepentingan didalamnya.
"Karena melalui kewenangan supervisi KPK bisa ambil alih. Terutama jika penanganan kasus itu tidak efektif maka KPK ambil alih saja," katanya.
Dia mengatakan, langkah penanganan KPK dalam kasus itu bisa meminta bantuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penyelidikan dan penyidikannya.
Oce juga meminta Polri lebih transparan dalam menegakkan integritas di institusi tersebut. Karena menurut dia, segala hal seperti promosi jabatan perwira Polri harus juga memperhatikan sisi integritas seseorang.
Sementara itu, juru bicara KPK mengatakan lembaga itu tidak menangani kasus dugaan rekening gendut itu disebabkan pihak Kepolisian sudah menangani terlebih dahulu kasus tersebut.
"KPK tidak menangani karena Polri waktu itu sudah menangani," kata Johan.
Dalam pasal 8 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK disebutkan bahwa dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.
Dalam Pasal 8 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan publik.
Selain itu dalam pasal 8 ayat (1a) disebutkan dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang memberikan saran kepada pimpinan instansi yang menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang melaksanakan pelayanan publik untuk melakukan perubahan jika berdasarkan hasil pengawasan, penelitian, atau penelaahan, pelaksanaan tugas dan wewenang instansi tersebut berpotensi korupsi.
Dalam pasal 8 ayat 3 disebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
(I028)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013