bisa diobati dan obatnya disediakan pemerintah

Yogyakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta memastikan seluruh puskesmas di provinsi ini dapat melayani penderita sifilis atau raja singa yang kasusnya mengalami tren meningkat.

"Sebetulnya kalau untuk sifilis, HIV itu kita bisa memeriksa semua. Semua Puskesmas bisa melakukan pemeriksaan dan bisa mengobati," kata Kepala Bidang Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan DIY Setyarini Hestu Lestari di Yogyakarta, Rabu.

Menurut Setyarini, meski akses pemeriksaan penyakit infeksi menular seksual (IMS) termasuk sifilis telah disediakan, namun tingkat kesadaran untuk mengakses layanan masih rendah.

Hal itu berdasarkan data Dinkes DIY sejak 2020, yakni dari 67 kasus sifilis, yang diobati baru 43 orang atau 64 persen, berikutnya dari 141 kasus pada 2021 yang diobati baru 83 orang atau 58 persen, dan dari 333 kasus pada 2022 yang diobati baru 105 orang atau 31 persen.

Sedangkan pada triwulan pertama 2023, dari 89 kasus sifilis, yang mendapat pengobatan baru 26 orang atau 29 persen.

"Dari populasi (penderita sifilis) yang ditemukan sekian itu, yang berobat baru sekian persen. Mungkin karena namanya kena sifilis ini, ada rasa malu (berobat)," kata dia.

Baca juga: Dinkes intensifkan penyuluhan tekan lonjakan kasus sifilis di DIY
Baca juga: Kenali sifilis, penyakit yang ditularkan melalui kontak seksual

Menurut dia, masih rendahnya kesadaran memeriksakan diri menjadi kendala Dinkes DIY untuk menangani penyakit ini.

Karena itu, ia mengimbau para penderita sifilis agar tidak malu berobat karena penyakit yang dipicu bakteri treponema pallidum itu bisa diobati. "Bisa diobati dan obatnya disediakan pemerintah," kata dia.

Berdasarkan jenis kelamin, kata Setyarini, kasus sifilis di DIY lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan didominasi usia 25-49 tahun.

Sementara berdasarkan faktor risiko, kasus itu didominasi kelompok lelaki seks lelaki (LSL).

Kasus sifilis dari kelompok LSL, kata dia, mengalami tren meningkat setiap tahun dengan persentase 15 persen pada 2020, menjadi 34 persen pada 2021, 44 persen pada 2022, dan melonjak menjadi 60 persen pada 2023.

Selain kelompok LSL, sejumlah kelompok lain seperti wanita pekerja seks, pelanggan pekerja seks, serta waria juga memiliki risiko yang sama meski persentasenya lebih rendah.

"Kalau mau berobat edukasi tentu akan disampaikan oleh dokternya, (misalnya) minum obat begini, kalau mau sembuh harus mengurangi faktor risikonya, itu pasti akan disampaikan," ujar dia.

Baca juga: Dinkes Lampung Selatan temukan 8 kasus penyakit sifilis pada awal 2023
Baca juga: DPR RI minta sosialisasi sifilis secara masif, tekan kasus meningkat
Baca juga: Kemenkes: Hilangkan stigma negatif penderita PMS

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2023