Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Saiful Mujani mengingatkan agar konflik saat Pemilu 2019 jangan sampai terulang kembali pada Pemilu 2024.

“Kejadian ini menurunkan martabat kita sebagai bangsa beradab,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.

Peneliti Senior Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengingatkan masyarakat tentang kerusuhan yang pernah terjadi pada 22 Mei 2019 di Indonesia. Kerusuhan yang menelan korban tewas hingga 10 orang itu dinilai seharusnya tak boleh terjadi.

Aksi kerusuhan tersebut bertujuan untuk menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 dari KPU yang memenangkan pasangan Joko Widodo (Jokowi) - Ma’ruf Amin. Titik pusat massa kala itu berada di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat.

“Pada 22 Mei 2019 terjadi kerusuhan yang menelan banyak korban karena yang kalah pilpres tidak mengakui kalah,” ujarnya.

Baca juga: Bawaslu RI sebut kerawanan hoaks medsos berpotensi pada Pemilu 2024
Baca juga: Bawaslu RI susun Indeks Kerawanan Pemilu 2024 Tematik Media Sosial

Saat itu, rival Jokowi-Ma’ruf dalam kontestasi Pemilu 2019 adalah Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Berdasarkan penetapan KPU, pasangan nomor urut 01 unggul dengan perolehan 85.607.362 atau 55,50 persen. Sementara, perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50 persen. Selisih suara kedua pasangan mencapai 16.957.123 atau 11 persen.

“Jangan sampai terulang perbuatan yang merusak demokrasi," harapnya.

Kasus kerusuhan akibat aksi unjuk rasa di depan Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat terjadi pada Rabu, 22 Mei 2019. Bentrok antara massa dengan aparat keamanan sudah terjadi sejak Selasa 21 Mei 2019 pukul 23.00 WIB hingga Rabu 22 Mei 2019.

Aksi tersebut menelan korban jiwa, salah satunya Muhammad Harun Al Rasyid. Bocah berusia 15 tahun itu ditemukan tewas tertembak di Jembatan Layang Slipi, Jakarta Barat, pada Rabu 22 Mei 2019.

Komnas HAM menyebut berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap kepolisian, tak ada senjata yang dibawa aparat yang bertugas mengamankan demo. Beka Ulung, yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Pencari Fakta menilai ada aktor lain dalam peristiwa 22 Mei 2019 tersebut.

Aktor itu merupakan kelompok yang sudah terorganisasi. Dalam rekonstruksi yang sudah dilakukan, pola yang digunakan untuk melakukan penembakan mirip dengan peristiwa lainnya.

Pewarta: Fauzi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2023