Beijing (ANTARA) - BEIJING, 23 Mei (Xinhua) -- Pelestarian satwa liar di China semakin terfokus pada penggunaan teknologi terkini.

Sistem pemantauan pintar, kamera inframerah jarak jauh, mahadata (big data), Internet of Things (IoT), identifikasi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dan teknologi-teknologi tinggi lainnya telah memainkan peran penting dalam perlindungan satwa liar di China, mendorong stabilitas populasi satwa liar dan memulihkan keseimbangan ekologis.

Pada 2021, China menyelesaikan pendirian gelombang pertama taman nasional, yang mencakup hampir 30 persen spesies satwa liar darat utama yang ditemukan di negara tersebut.

Sistem pemantauan pintar telah memberikan peluang baru untuk melindungi satwa liar di taman-taman nasional ini, menurut laporan terbaru dari Science and Technology Daily.

Di Cagar Alam Nasional Baishuijiang di Provinsi Gansu, China barat dahulu para staf harus menghitung jumlah panda dengan mengumpulkan kotoran, bulu, dan material organik lainnya. Metode ini memiliki banyak kekurangan, seperti membutuhkan banyak sumber daya manusia dan waktu.

Setelah pemasangan sistem pemantauan pintar, ketika satwa liar memasuki area yang dipantau, sistem tersebut dapat memotretnya secara otomatis dan mengidentifikasi jenis spesiesnya secara akurat.

Para staf cagar alam kini dapat melihat situasi dalam waktu nyata (real-time) dari kantor mereka, secara efektif meningkatkan efisiensi pemantauan dan perlindungan satwa liar.

Di Taman Nasional Sanjiangyuan yang terletak di Provinsi Qinghai, China barat laut, sebuah platform pemantauan udara yang dipasang pada helikopter dan balon-balon yang ditambatkan meningkatkan pengumpulan dan pengelolaan data pemantauan lingkungan, efisiensi pengembangan dan berbagi (sharing) produk data, serta tingkat pengambilan keputusan.

Menurut otoritas Taman Nasional Sanjiangyuan, tingkat cakupan vegetasi padang rumput di taman tersebut mencapai 67,31 persen dengan bantuan platform pemantauan. Antelop Tibet, spesies penting di taman nasional itu, meningkat dari jumlah sebelumnya, yaitu kurang dari 20.000 ekor pada tahap awal, menjadi sekitar 70.000 ekor pada akhir 2022.

Kamera inframerah merupakan peralatan sehari-hari untuk penyelidikan satwa liar. Saat satwa liar memasuki area pengindraan kamera inframerah, modul pengindraan inframerah akan memicu kamera untuk mengabadikan foto atau merekam video.

Pusat Konservasi Shan Shui (organisasi lingkungan ekologis), Universitas Peking, dan sejumlah mitra lainnya telah melakukan investigasi kamera inframerah di Qinghai, Tibet, Sichuan, Yunnan, dan Beijing sejak 2011.

Penggunaan kamera inframerah secara luas membantu para peneliti merekam gambar aktivitas banyak spesies, yang sulit diamati sebelum teknologi itu tersedia, ungkap Zhao Xiang, manajer pusat senior.

Berdasarkan akumulasi jangka panjang dari gambar-gambar ini, penelitian berkelanjutan terkait ritme aktivitas spesies, pemilihan habitat, dan hubungan antarspesies dapat dilakukan, sehingga membantu cagar alam dalam menyusun lebih banyak strategi berbasis sains.

Setelah gambar satwa liar tersebar di internet, pengetahuan dan pemahaman masyarakat umum tentang satwa liar juga meningkat secara signifikan, tambahnya.

Pelacakan kalung GPS dan genetika juga banyak digunakan dalam pemantauan dan penelitian satwa liar, menurut Zhao.

Sebagai contoh, dengan mengekstraksi DNA dari kotoran dan bulu hewan, para peneliti dapat mempelajari hubungan genetik antara populasi satwa liar yang berbeda, dan mengevaluasi hambatan yang dimunculkan oleh jalan dan infrastruktur lain bagi komunikasi antarspesies, sehingga mendorong pembangunan koridor satwa liar.

Dahulu, identifikasi individual satwa liar merupakan salah satu hal yang sulit untuk dilakukan dalam perlindungan satwa liar. Sebagai contoh, identifikasi individual monyet emas dilakukan dengan penandaan manual, yang sering kali mengharuskan para peneliti untuk melakukan pengamatan selama satu atau dua bulan.

Ahli zoologi Guo Songtao dari Northwest University China dan beberapa pakar ilmu komputer menggunakan prinsip jaringan saraf, kemudian mereka mengembangkan sistem pengenalan individual monyet emas untuk kali pertama, mewujudkan identifikasi yang akurat dan pelacakan berkelanjutan serta pengambilan sampel dari individu monyet emas.

"Kami tidak bisa menandai (tag) ribuan monyet emas di alam liar," ujarnya, seraya menambahkan bahwa pengenalan DNA tradisional dari kotoran atau bulu tidak dapat memenuhi kebutuhan identifikasi waktu nyata.

Saat ini, rata-rata akurasi pengenalan sistem itu telah mencapai 94 persen. Dahulu, sistem itu berfokus pada pengenalan primata, tetapi kini telah berkembang hingga mencakup lebih dari 40 hewan berbeda, seperti anjing dan kucing.

Selain monyet, kucing-kucing besar juga menjadi target identifikasi AI. Administrasi Kehutanan dan Padang Rumput Nasional China bekerja sama dengan Institut Teknologi Harbin untuk mengembangkan sebuah platform pintar guna memantau satwa liar.

Lembaga tersebut menggunakan berbagai teknologi seperti persepsi Internet of Things, mahadata, dan visi mesin pintar untuk mengidentifikasi harimau Siberia, macan tutul Amur, dan mangsanya.


Pewarta: Xinhua
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023