Kupang (ANTARA News) - Warga negara Indonesia (WNI) yang bermukim di Kota Dili melukiskan, ibukota negara Timor Timur itu sudah tidak lagi bersahabat bagi para penghuninya karena berbagai insiden dan hura-hura sosial terjadi di mana-mana di semua sudut kota itu. "Ketika malam tiba, semua lampu di dalam dan luar rumah kami padamkan. Kami harus tidur di bawah kolong tempat tidur untuk menghindari peluru nyasar, karena tembakan sporadis masih terdengar di mana-mana meski pun pasukan asing sudah menguasai Kota Dili dan sekitarnya," ujar Ny Secilia Ratna Hernawati kepada ANTARA News di Kupang, Sabtu. Wanita asal Jawa bersama tiga orang anaknya ini baru tiba di Kupang, Jumat (9/6) sore bersama 43 WNI lainnya yang dievakuasi dari Dili dengan pesawat Hercules setelah pesawat milik TNI-AU tersebut menurunkan bahan makanan bagi masyarakat di negara miskin yang sedang dilanda konflik perang saudara itu atas permintaan Presiden Timtim, Xanana Gusmao. Hernawati mengatakan, kediaman mereka di kompleks perumahan Suric Mas Dili sudah diobrak-abrik oleh orang tak dikenal pada pekan lalu ketika ia bersama suaminya, Elicio Rosario de Jesus Guterres dan tiga orang anaknya mengungsi ke rumah keluarga di Villa Verde. "Hampir semua rumah di kompleks Suric Mas diobrak-abrik oleh orang-orang tak dikenal untuk menjarah isi rumah guna mempertahankan hidup. Kami bersyukur karena rumah di kompleks itu tidak dibakar seperti di tempat-tempat lain di Dili," ujar Hernawati yang sedang hamil anak keempat itu. "Suami saya masih bertahan di sana karena dia orang asli Timtim. Untuk sementara kami dipisahkan karena Dili sudah tak bersahabat lagi bagi para penghuninya," kata dia. Terus memburuknya situasi keamanan di Kota Dili dan sekitarnya berawal dari kebijakan pemerintahan Perdana Menteri Timtim, Mari Alkatiri memecat hampir 600 dari 1.400 anggota pasukan angkatan perang Timtim (FDTL--Forcas Devesa de Timor Leste). Seorang WNI lainnya, Reti de Rosari Lelo mengatakan, situasi di Dili saat ini bertambah buruk karena merebaknya beraneka rumor yang menyebutkan bahwa kaum pemberontak memberikan batas waktu (deadline) kepada Perdana Menteri Alkatiri untuk memimpin pemerintahan negara itu sampai 20 Juni 2006. "Isu itu sangat santer di Dili karena akan adanya aksi kekerasan yang jauh lebih hebat jika Alkatiri tetap tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Timtim sampai batas waktu yang telah ditentukan itu. Semua orang memilih mengungsi ke gunung dan tempat-tempat lain yang dianggap aman untuk bertahan," ujarnya. "Ketika mendengar pesawat Hercules akan mengevakuasi WNI dari Dili setelah menurunkan bantuan kemanusiaan, saya akhirnya langsung ke Bandara Comoro untuk kembali ke Kupang di rumah orangtua," ujar alumnus Unika Widya Mandira Kupang yang juga dosen di Universitas Nasional Timtim (Untim) itu. Pada Jumat (9/6), pemerintah Indonesia mengevakuasi sekitar 43 WNI dari Dili menuju Kupang dengan pesawat Hercules milik TNI-AU setelah menurunkan bantuan kemanusiaan untuk masyarakat di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu. Sebelumnya, Indonesia telah mengevakuasi sekitar 1.600 warga negaranya dari Dili menuju Kupang dengan dua buah pesawat Hercules dari 27-30 Mei 2006 akibat terus memanasnya situasi keamanan dan politik di bekas wilayah koloni Portugis itu setelah PM Alkatiri memecat hampir 600 anggota tentara Timtim yang disersi. Reti Lelo juga menyatakan keherannya dengan kehadiran pasukan asing pimpinan Australia di negara itu, karena situasi keamanan di dalam negeri Timtim tetap bergejolak yang terlihat dari terus membaranya aksi kerusuhan, pembakaran dan penjarahan di Kota Dili dan sekitarnya. "Saat sekarang sudah sulit dibedakan antara kawan dan lawan karena gejolak sosial yang terjadi di Dili sekarang sudah mengarahkan ke kelompok etnis antara masyarakat Timtim di bagian timur (Lorosae) dengan saudaranya dari barat (Loromonu)," ujarnya. Atas dasar itu, ia memilih meninggalkan pekerjaan sebagai dosen di Universitas Nasional Timtim Dili dan kembali berkumpul bersama keluarganya di Kupang.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006