Kupang (ANTARA News) - Arus Warga Negara Indonesia (WNI) meninggalkan Timor Timur terus mengalir melalui jalur darat pintu perbatasan Indonesia di Motaain, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait masih memanasnya situasi di negara baru itu belakangan ini. "Pada Jumat (9/6) malam, masuk lagi empat WNI dari Dili bersama seorang warga negara asal Pakistan melalui pintu perbatasan darat di Motaain. Masuknya orang asing asal Pakistan ini ke Indonesia setelah mendapat visa dari Kedubes RI di Dili untuk kembali ke negara asalnya melalui Jakarta," kata Pelaksana Harian Kepala Kantor Imigrasi Atambua di Kabupaten Belu, Benny Hale, Sabtu. Sejak Indonesia menutup semua pintu perbatasan di Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara (TTU) 26 Mei lalu untuk mencegah masuknya warga Timtim, kata Benny Hale, tercatat 23 orang Indonesia dan 14 warga negara asing asal Brasil dan Pakistan mengungsi ke Indonesia melalui Motaain. WNI yang masuk di Motaain dari Dili, kata dia, umumnya menggunakan sarana angkutan umum setelah pasukan asing pimpinan Australia diterjunkan PBB untuk memulihkan situasi keamanan di ibukota negara itu yang terus dilanda prahara sosial sejak pemerintahan Perdana Menteri Mari Alkatiri memecat hampir 600 anggota angkatan bersenjata negara itu. "Ada pula yang jalan kaki menuju perbatasan, terutama warga negara kita yang bermukin di sekitar Maliana. Tetapi itu dalam jumlah yang relatif kecil. Umumnya mereka menggunakan sarana angkutan umum dari Dili menuju Batugade dan seterusnya ke Motaain," ujarnya. Berdasarkan keterangan empat WNI tersebut, kata dia, sepanjang jalan Dili-Batgade masih tampak sepi, namun pasukan asing dari Australia, Portugal, Selandia Baru dan Malaysia terus melakukan patroli dan melakukan pemeriksaan terhadap semua angkutan yang melintas di jalan tersebut. Pada hari yang sama, Indonesia juga mengevakuasi sekitar 43 warga negaranya dari Dili menuju Kupang dengan menggunakan pesawat Hercules milik TNI-AU setelah menurunkan bantuan bahan makanan untuk masyarakat di wilayah bekas provinsi ke-27 Indonesia itu atas permintaan Presiden Xanana Gusmao. Aksi pembakaran dan penjarahan masih terus berlangsung di Kota Dili dan sekitarnya serta beberapa distrik lainnya di dekat Dili seperti Liquisa dan Ermera karena masyarakat terus dilanda bahaya kelaparan akibat terus memanasnya situasi keamanan dan politik di wilayah bekas koloni Portugis itu. Reti de Rosari Lelo, seorang warga negara Indonesia yang ikut dievakuasi dengan pesawat Hercules, Jumat (9/6) dari Dili bersama puluhan WNI lainnya, mengatakan, ketika pesawat Hercules hendak lepas landas dari Bandara Comoro Dili, tampak asap mengepul tinggi di daerah sekitar Comoro. "Semua orang di atas pesawat melihatnya pada saat itu. Kami menduga ada rumah warga yang dibakar orang tak dikenal di daerah sekitar Comoro," ujar Reti yang juga dosen Bahasa Inggris di Universitas Nasional Timtim (Untim) itu. Ia mengatakan, "Saya memilih tinggalkan Dili karena situasi keamanan tampaknya akan bertambah parah dalam beberapa hari ke depan. Semuanya sulit kita tebak, karena munculnya beraneka isu yang membuat kita tidak nyaman untuk terus bertahan di Dili". "Tempat tinggal kami di Villa Verde yang letaknya tak jauh dari Gereja Katedral Maria Immaculata Dili dan Kantor Menteri Dalam Negeri Timtim, cukup aman selama pergolakan sosial terus melanda Dili dan sekitarnya. Namun, rasanya lebih aman saya harus kembali ke Kupang bersama orangtua di sini," ujar alumnus Unika Widya Mandira Kupang itu. Ny Secilia Ratna Hernawati, juga memilih tinggalkan Dili bersama tiga orang anaknya setelah rumah mereka di kompleks Perumahan Suric Mas Dili diobrak-abrik oleh orang-orang tak dikenal untuk menjarah isi rumah guna mempertahankan hidup. "Suami saya, Elisio Rosario de Jesus Guterres, orang asli Timtim, masih bertahan di sana untuk menjaga rumah kami dari aksi pembakaran seperti yang sedang melanda Dili saat ini," ujar wanita asal Jawa itu.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006