Kudus (ANTARA News) - Menteri Kehutanan, M S Ka`ban mengatakan dari total hutan nasional sebanyak 120 juta,2,8 juta hektar diantaranya tiap tahun mengalami pengrusakan. "Jika angka pengrusakan tersebut tidak ditekan, maka hutan nasional kita hanya akan mampu bertahan 15 tahun dan kondisi kita sama dengan Filipina yang hutannya parah," katanya dalam dialog dengan tokoh masyarakat dan muspida di Kudus, Jumat (9/6). Menurut Menhut,kerusakan hutan nasional itu, disebabkan oleh kemiskinan yang berujung pada pencurian kayu, sehingga mengakibatkan 59,3 juta hektare rusak dari dari total luas hutan nasional 120 juta hektare. Ia mengibaratkan, kondisi hutan nasional itu sedang sakit kanker yang sulit disembuhkan karena telah tingkat stadium empat. Kerusakan hutan juga mengakibatkan penerimaan ekspor industri kayu belum produktif, karena hanya Rp 8 miliar dolar pertahun. Kondisi itu jauh dari kondisi hutan negara Finlandia yang mampu menghasilkan Rp540 triliun per tahun, padahal luas hutan hanya 23 juta hektare. Sedangkan luas hutan Indonesia 120 juta hektare. Selain itu,pengrusakan hutan, bukan hanya berpengaruh pada pendapatan, tetapi juga telah menyebabkan bencana alam seperti banjir yang menimpa Trenggalek, Jember, Aceh Tenggara, dan sejumlah daerah lain. Padahal dengan pemberdayaan hutan yang maksimal, bukan hanya keuntungan lingkungan, seperti sumber air yang terpelihara, menghasilkan udara yang sehat, tapi hutan akan mampu untuk membayar hutang kepada luar negeri. "Saat ini kita telah banyak doktor, sarjana, dan peraturan-peraturan yang dibuat. Tetapi kenapa di sektor kehutanan justru mengkuatirkan, padahal jika serius, hasil hutan bisa untuk membayar hutang kita terhadap luar negeri" katanya. Ka`ban mengibaratkan, jika penyakit flu burung virusnya adalah H5N1, maka pada sektor kehutanan virusnya adalah cukong. Menhut menyayangkan, dari 69 nama cukong yang telah diajukan ke kapolri, dan kejaksaan agung, belum ada lima persen yang tertangkap. Dalam kesempatan itu, Menteri Kehutanan juga menyatakan tidak mempermasalahkan adanya permintaan masyarakat kawasan hutan Muria Kudus yang mendukung agar hutan Muria dijadikan Taman Seni Nasional (TSN). "Tidak perlu diperdebatkan apakah hutan Muria menjadi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang diajukan Perhutani, atau menjadi TSN yang diinginkan rakyat, karena yang penting hutan ada yang mengurus," katanya. Program PHBM, menurut masyarakat kawasan hutan Muria Kudus setempat dikhawatirkan dapat mengubah fungsi hutan lindung menjadi hutan produksi, sehingga dapat mempercepat bencana alam. Sementara itu, Kepala Desa Colo Kudus, Haris mengatakan bahwa program PHBM ternyata justru melegalkan penjarahan dan perambahan hutan dengan dasar hak jalinan kerjasama atau "sharing". "Masyarakat menolak program itu karena tidak melibatkan seluruh komponen masyarakat sehingga menyebabkan keresahan dan kesenjangan yang menimbulkan kecemburuan sosial. Apalagi fakta terakhir, sejak ada program tersebut hutan lindung Muria semakin parah," katanya. Luas hutan di Kudus 2.377.57 hektare yang terdiri atas 38 persen hutan lindung dan 61 persen hutan produksi dan dari luasan tersebut 1.249 hektare atau 52,53 persen merupakan lahan kritis. (*)

Copyright © ANTARA 2006