Ngatimin (75) di Kulon Progo, Minggu, mengatakan, masyarakat sangat senang jika lahan tidak produktif tersebut dikembangkan untuk kegiatan usaha atau perumahan, asalkan membawa dampak peningkatan kesejahteraan bagi warga setempat.
"Kami setuju, lahan milik kami dimanfaatkan untuk perumahan atau didirikan industri," katanya.
Dia mengatakan, pada 2012 sudah ada investor perumahan yang mau membeli tanah. Bahkan sudah dua kali sosialisasi, tapi penawaran lebih lanjut sejauh ini belum ada lagi.
"Sejauh ini, kami memang belum mencapai kesepakatan soal harga tanah," kata dia.
Menurut Ngatimin, pihak investor menawar harga tanah Rp50 ribu per meter. Namun, beberapa warga mengajukan penawaran harga Rp125 ribu per meter, bahkan, ada yang meminta harga hingga Rp200 ribu per meter persegi. Setelah dua kali sosialisasi, pihak investor diakuinya belum memberi kejelasan lagi hingga saat ini.
"Kami belum bisa melepas tanah dengan harga kalau hanya Rp50 ribu. Paling tidak, kami bisa beli gantinya setelah tanah dilepas dengan harga yang pas," kata dia.
Menurutnya, harga yang ditawarkan warga bukanlah sebuah harga mati. Artinya, warga masih mau bernegosiasi soal kesepakatan harga. Bahkan, lanjutnya, besar kemungkinan harga yang bisa disepakati bisa lebih rendah dari harga yang diajukan pemilik tanah.
"Seperti transaksi jual beli. Penawaran melebihi NJOP itu biasa tapi warga siap saja untuk nego. Selama ini dari pihak investor belum sampai proses tawar menawar," kata dia.
Kepala Desa Sentolo, Teguh mengatakan lahan di wilayah Gunung Ampo merupakan tanah perbukitan dan berbatu sehingga tidak terlalu produktif untuk pertanian.
Dia mengatakan, harga tanah yang diminta pemilik lahan atas tanah sangat bervariasi. Pihak investor sebelumnya juga sudah menyebarkan angket kepada pemilik lahan untuk mengetahui harga yang diinginkan. Berdasarkan hasil angket yang disebarkan, masyarakat menginkan harga tanah berkisar antara Rp70 ribu sampai Rp300 ribu.
"Harga normal lahan yang dekat dengan jalan hanya sekitar Rp50 ribu. Kami sudah sampaikan berulangkali kepada masyarakat, kalau harganya terlalu tinggi, investor juga bakalan lari. Kalau memang warga berminat, ya dilepas dengan harga yang wajar saja. Kami berharap Pemkab bisa ikut berperan dalam member pemahaman masyarakat tentang masalah harga," kata dia.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kulon Progo, Agus Langgeng Basuki, menyayangkan permintaan harga dari pemilik lahan terlalu tinggi. Padahal, produktivitas lahan tersebut untuk pertanian maupun kegiatan pembudidayaan tanaman lainnya terbilang rendah.
"Wilayah itu terlalu sulit dikembangkan dalam pertanian. Walaupun ada kegiatan pembudidayaan, yang paling mungkin hanya untuk kayu-kayuan dan tanaman keras. Selama ini tidak banyak digunakan masyarakat dan nganggur, sekitar 35 hektare," kata Langgeng.
Kata Langgeng, wilayah Sentolo sangat potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan industri maupun kawasan pendukung seperti perumahan. Selain lokasinya strategis dan lahan yang tersedia masih cukup luas, Sentolo juga relative dekat dengan perkotaan. Jika bisa dikembangkan dan dimanfaatkan, menurut Langgeng hal itu akan berdampak positif bagi warga sekitar.
"Kami ingin segera melakukan pertemuan dengan warga dan pemilik lahan untuk mengetahui apa yang mereka inginkan dalam pemanfaatan lahan tidak produktif itu," kata dia.
(KR-STR/A013)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013