Denpasar (ANTARA) -

Pemilik Warung Pondok Bawang I Made Sukarya saat menunjukkan makanan khas dengan bumbu Pulau Serangan, Denpasar, Selasa (23/5/2023). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari
Ketika berlibur ke Bali, tak afdal rasanya jika tak mencicipi kuliner khasnya, apalagi jika makanan dengan perpaduan bumbu khas Pulau Dewata dinikmati dengan cara berbeda.

Di pinggir Kota Denpasar, tepatnya kawasan Pulau Serangan, Denpasar selatan, wisatawan maupun masyarakat lokal bisa menikmati hidangan laut sambil berwisata di atas kapal.

Wisata kuliner satu ini bisa dijumpai di Jalan Tukad Punggawa Nomor 24, Serangan, atau sekitar 400 meter ke timur dari Pura Sakenan dengan nama tempat makan Warung Pondok Bawang.

Tempat makan yang beroperasi sejak 2019 lalu ini dibuka setiap hari dari pukul 10.00 Wita hingga 22.00 Wita, pengunjung dapat memilih makan dari kapal berlantai dua maupun dari pondok bambu di pinggir laut.

Made Sukarya sang pemilik warung bercerita bahwa mulanya tempat makan ini dibuka akibat dampak dari pandemi COVID-19, yang membuat pekerjaannya di sektor pariwisata harus terhenti.

Tiga bulan pertama, usahanya mulai membuahkan hasil berkat bantuan media sosial, sehingga ia harus berpikir inovasi apa yang harus dihadirkan.

Melihat lahan yang ada, yaitu laut yang ditumbuhi mangrove dengan potensi air pasang dan surut, akhirnya Sukarya membawa kapal cepat yang sebelumnya digunakan untuk bisnis wisata selam pada penghujung 2020.

“Di sini hutan mangrove yang ada air pasang surutnya, jadi bisalah kapal saya bawa ke sini tanpa merusak lingkungan, karena yang saya pakai alur nelayan, saya tahu sejak kecil” kata dia di Denpasar.

Dari beberapa warung makan hidangan laut yang berjejer sepanjang jalan, hanya restoran sederhana milik Sukarya yang memiliki kapal untuk dinaiki, karena selebihnya berkonsep makan dari pondok bambu di pinggir mangrove.

Kapal berwarna biru dan putih ini dulunya digunakan sebagai titik awal ketika wisatawan hendak menyelam baik snorkeling maupun diving, atau juga tempat menunggu sebelum aktifitas bahari itu dimulai.

“Kalau sekarang digunakan untuk warung kan karena waktu COVID-19 semua pariwisata tidak bisa gerak, mati, biar pun ada tetap tidak mampu karena bisnis water sport kan soal volume (pengunjung),” tutur Sukarya yang merupakan warga asli Serangan.

Pada penggunaan awalnya, kapal cepat itu mampu menampung 200 orang, tapi setelah disulap menjadi lokasi wisata sambil makan hidangan laut, hanya dapat diisi 100 orang paling banyak.

Ke depannya, jika pariwisata Bali membaik signifikan maka tak menutup kemungkinan kapal cepat tersebut kembali ke fungsi awal, sehingga saat ini Sukarya telah menyiapkan kapal baru yang penggunaannya lebih tepat untuk sebuah tempat makan.


Makan di kapal

Pengunjung yang hendak menikmati hidangan laut dengan bumbu khas Bali khususnya Pulau Serangan bisa langsung datang dan memesan ke pelayan Warung Pondok Bawang.

Seluruh pramusaji di warung makan ini merupakan warga lokal sekitar yang direkrut saat pandemi COVID-19 dengan atau tanpa kemampuan di bidang masak-memasak.

Saat tiba, pengunjung akan berjalan melewati jembatan bambu sepanjang kurang lebih 15 meter untuk memasuki kapal.

Di kapal tersebut tersedia 40 kursi di lantai satu dan 40 kursi di lantai dua, keduanya sama-sama dapat mengantarkan pengunjung ke pemandangan indah kawasan mangrove.

Beragam menu makanan ditawarkan, beberapa yang paling direkomendasikan adalah kerang bakar, ikan bakar, sup kepala ikan, dan olahan cumi dengan harga Rp50 ribu sampai Rp100 ribu, seperti warung makan pada umumnya, Sukarya juga menawarkan paket makan bersama dari Rp125 ribu sampai Rp250 ribu.

Sukarya bercerita bahwa warung makannya berkomitmen terhadap pelayanan dan cita rasa makanan lokal ala Pulau Serangan, namun tetap nikmat di lidah internasional.

“Seperti bumbu rajang, rata-rata bule tidak bisa makan, jadi dengan sedikit teknik saya kemas biar bule bisa menikmati sambal matah atau bumbu Bali lainnya,” kata dia.

Dari sana orang-orang semakin mengenal wisata kuliner satu ini, mereka dikenal mampu mengolah hidangan laut dengan baik, mungkin itu terjadi sejak tahun 2020 ketika Sukarya mengerahkan seluruh media sosial yang ia pahami untuk mengenalkan tempat ini.

Meski harganya tak semahal hidangan laut di kawasan wisata seperti Jimbaran, mereka menawarkan rasa yang tak kalah saing, seperti mengolah ikan bakar dan sup ikan bumbu rajang Serangan dan cumi suna cekuh.

Dahulu, kawasan Pulau Serangan terkenal dengan penyu yang dijadikan makanan, sehingga warga Denpasar tak asing lagi dengan bumbu yang digunakan dalam olahan penyu, yang saat ini juga dijadikan bumbu pada hidangan laut di warung Sukarya.

“Kalau bumbu yang kita bikin itu bumbu suna cekuh dan rajang, itu sebenarnya dahulu orang tua saya pakai untuk bumbu penyu, jadi ciri khas aroma orang Bali khususnya Denpasar pasti tahu betul, itu yang saya angkat yang membedakan dengan seafood daerah lain,” jelas dia.

Selama proses pembuatan makanan, akan dikerjakan di rumah Sukarya atau di seberang kapal, di sana mereka membakar dan memasak serta memadukan rempah bumbu basa genep khas Bali ala Pulau Serangan.

Bumbu rajang khas Pulau Serangan akan terasa betul pada sup kepala ikan, sementara bumbu suna cekuh akan sangat terasa pada olahan cumi.

Saat makan, pengunjung akan merasakan sejuk semilir angin laut yang terhantam pepohonan dan mangrove yang hidup di atas air. Panas terik matahari tidak sampai ke dalam kapal karena terhalang atap.

Cukup menunggu sekitar 20 menit, seluruh makanan akan tersaji di atas meja makan, di warung makan atas kapal tersebut juga disediakan menu lain tak kalah menggoda.

Pengunjung bisa mencoba ikan goreng, sayur plecing, dan udang, seluruh bahan hidangan laut dibeli langsung ke nelayan setempat sehingga proses ekonomi berputar di sana, sekaligus kesegaran bahan terjamin.

Saat air sedang pasang, kita bisa merasakan kapal yang bergerak karena ketinggian air dapat mencapai 3 meter, namun dipastikan aman karena kawasan tersebut dipenuhi mangrove sebagai pemecah ombak.

Akan tetapi ketika surut air bisa benar-benar habis, sehingga kapal akan menyentuh dasar laut yaitu lumpur, namun hingga tiga tahun dibuka tidak ada dampak dari kondisi pasang dan surut.

Dari catatannya, Sukarya melihat tak pernah ada hari di mana warungnya sepi, baik wisatawan luar maupun warga lokal terus berdatangan ke kapalnya.

Umumnya tempat tersebut akan padat pengunjung pada musim-musim liburan, yaitu saat hari raya dan akhir tahun, diisi oleh wisatawan mancanegara, domestik, dan warga Bali asli.

Meskipun menawarkan pelayanan terbaik bagi seluruh pelanggan baik wisatawan maupun warga lokal, belakangan pemilik berusia 47 tahun itu lebih memberi perhatian kepada pelanggannya yang merupakan warga lokal Bali.

Mantan pekerja pariwisata itu melihat bahwa pelanggan lokal adalah mereka yang akan selalu datang kapan saja, sehingga kenyamanan bagi mereka akan membuat mereka datang terus menerus.

Salah satu pengunjung juga menyatakan demikian, namanya Alit, masyarakat asli Bali yang bekerja tak terlalu jauh dari kawasan Pulau Serangan.

Ia menceritakan pengalaman makannya di sana, di mana ini kali kesekian ia datang dan membawa rekan-rekan kerjanya makan siang di atas kapal cepat.

Di siang hari yang terik itu, Alit menikmati ikan bakar, kerang bakar, cumi, dan sup ikan. Itu menu andalan versi dia tiap kali datang ke Warung Pondok Bawang.

Menurutnya, selain rasa dan harga yang bisa bersaing, suasana makan yang unik juga menambah minat seseorang untuk berkunjung.

“Unik ini, makan di atas kapal, bisa lihat mangrove lihat laut dan sejuk, bisa berfoto juga makanya sering ajak teman supaya tahu,” tuturnya.

Pulau Serangan sendiri berada di bagian paling Selatan Kota Denpasar, sering disebut-sebut pulau karena dahulu kawasan tersebut terpisah dengan daratan Bali.

Kini kawasan itu semakin terkenal, mulai dari dibangunnya Kawasan Ekonomi Khusus Kura-kura Bali, resmi menjadi desa wisata, hingga wisata kuliner unik makan seafood sambil melihat mangrove.

Editor: Achmad Zaenal M

Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2023