Rencana studi kelayakan selesai 2023 betul, setelah itu dari FS lanjut dibicarakan bagaimana strategi pembiayaannya, bagaimana pengembaliannya.

Denpasar (ANTARA) - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Bali IGW Samsi Gunarta menyampaikan, tahap feasibility study atau studi kelayakan proyek Light Rail Transit (LRT) di Pulau Dewata akan selesai pada 2023.

“Rencana studi kelayakan selesai 2023 betul, setelah itu dari FS lanjut dibicarakan bagaimana strategi pembiayaannya, bagaimana pengembaliannya,” kata dia kepada Antara di Denpasar, Selasa.

Jadwal selesainya tahap studi kelayakan ini juga sebelumnya disinggung Gubernur Bali Wayan Koster, dengan mengatakan, setelah ini akan masuk pada tahap perencanaan.

“Ke depan akan diputuskan kalau sudah kelihatan ada kejelasan, mungkin bisa lelang investasi, bisa juga penyiapan dana kalau dikonstruksi pemerintah, dan tergantung seperti apa hasil studi kelayakan,” ujar Samsi.

Baca juga: Pemkot Jaktim matangkan pembangunan rute LRT Velodrome-Manggarai

Hingga saat ini, Kepala Dishub Bali itu mencatat proses FS proyek LRT atau kereta api ringan sudah berjalan 40 persen, di mana nantinya hasil akhir dari studi kelayakan berupa kelayakan finansial, teknis, dan lingkungan.

Sekitar 40 persen tersebut terdiri dari total 9,4 km keseluruhan jarak LRT yang akan dibangun di Bali, di mana yang sudah diuji adalah titik Sentral Parkir Kuta ke Seminyak, sementara yang belum adalah dari titik Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Sentral Parkir Kuta.

“Itu 9,4 km totalnya, dari Bandara I Gusti Ngurah Rai ke Sentral Parkir Kuta kereta bawah tanah, kemudian Sentral Parkir Kuta ke Seminyak di atas. Tapi masih dibagi lagi, dihitung, apakah di bawah atau di atas karena kita tidak mau lalu lintasnya terganggu juga,” jelas Kepala Dishub Bali.

Berdasarkan target Pemprov Bali, kereta api pertama yang akan dibangun ini mulai beroperasi pada 2027, Samsi mengatakan saat itu bandara akan penuh sehingga moda transportasi ini diperlukan.

Proyek LRT ini mulai digodok Pemprov Bali sejak 2020 lalu, Kadishub Bali itu menerangkan bahwa memang dibutuhkan waktu yang panjang dalam proyek ini, sama seperti ketika MRT di Jakarta berproses.

Baca juga: Dubes Inggris tawarkan kerja sama transportasi LRT di Bali

Disinggung soal minat masyarakat Bali yang rendah terhadap penggunaan kendaraan umum, ia menilai itu lantaran transportasi umum seperti Bus Trans Metro turut terkena imbas kemacetan di jalan raya.

“Kalau Bus Trans Metro saat macet kan sama-sama macet (dengan kendaraan pribadi, Red) masyarakat mungkin tidak mau ya. Tapi kalau bisa satu macet satu tidak (kereta bawah tanah, Red) mungkin kepikiran juga nanti,” tuturnya.

Terkait proyek kereta api ini, sebelumnya Gubernur Bali sempat menjalin komunikasi dengan Dubes Inggris yang menawarkan kerja sama untuk proyek transportasi umum.

Dishub Bali menjelaskan bahwa penawaran ini bukan final, lantaran saat ini pada tahap FS mereka masih bekerja sama dengan Korea Selatan.

“Itu kan baru penawaran, ini pihak Korea sedang bekerja, kalau mereka bekerja ya artinya mereka sudah mempersiapkan perencanaan keuangan, tapi kalau misalnya mereka mundur atau mahal, ya sudah kita evaluasi, cari yang lain,” jelasnya.

Menurutnya, visi untuk energi bersih dan transportasi umum banyak kesamaan antara Indonesia dengan negara-negara dunia, sehingga selain Inggris juga ada dukungan dari negara lain seperti Korea Selatan.

Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023