... dulu polisi tempeleng rakyat, sekarang rakyat tempeleng polisi pada era reformasi... "Mataram, NTB (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, mengatakan, Dewan Keamanan PBB sudah berhenti menyoroti pelanggaran HAM di Indonesia. Sebaliknya, "cara" pelanggaran HAM di Tanah Air berubah, dari dan oleh sesama rakyat atau oleh rakyat kepada aparatur negara.
Menurut bekas menteri pertahanan ini, di Maratam, NTB, Sabtu, "Sekarang DK PBB tidak lagi menggagendakan pembahasan pelanggaran HAM di Indonesia, karena memang tidak ada lagi sekarang."
Kuliah umum dan diskusi publik tentang "Islam dan Masa Depan Kepemimpinan Bangsa" itu difasilitasi IAIN Mataram, dan dihadiri lebih dari 500 orang peserta, baik dari kalangan mahasiswa, politisi, maupun akademisi.
"Kalau dulu polisi tempeleng rakyat, sekarang rakyat tempeleng polisi pada era reformasi," ujar Mahfud yang disambut tepuk tangan disertai tawa ratusan peserta kualiah umum dan dialog publik itu.
(A058/Z003)
Kuliah umum dan diskusi publik tentang "Islam dan Masa Depan Kepemimpinan Bangsa" itu difasilitasi IAIN Mataram, dan dihadiri lebih dari 500 orang peserta, baik dari kalangan mahasiswa, politisi, maupun akademisi.
Pada era reformasi ini, katanya, pelanggaran HAM yang dulu dilakukan aparatur negara secara terstruktur dan masif terhadap rakyat, tidak terlihat lagi.
Berbeda dengan zaman Orde Baru, mencuat pelanggaran HAM di banyak lokasi, seperti di Tanjung Priuk yang dikategorikan pelanggaran HAM berat, demikian pula di Lampung, Aceh, dan Papua, serta daerah lainnya.
Dulu, katanya, pelanggaran HAM itu dilegalkan negara. "Ada SOP-nya, sengaja melanggar hak-hak rakyat, itu zaman Orde Baru, sekarang tidak ada. Indonesia tidak takut lagi kalau akan menghadiri sidang PBB," ujarnya.
"Dulu, sidang umumnya Agustus, pada bulan Mei sudah kasak-kusuk mengirim orang ke Mesir, ke negara lain, untuk minta tolong kalau bahas Indonesia, jangan disetujui ya. Sekarang DK PBB tidak lagi menggagendakan pembahasan pelanggaran HAM di Indonesia, karena memang tidak ada lagi," ujarnya.
Berbeda dengan zaman Orde Baru, mencuat pelanggaran HAM di banyak lokasi, seperti di Tanjung Priuk yang dikategorikan pelanggaran HAM berat, demikian pula di Lampung, Aceh, dan Papua, serta daerah lainnya.
Dulu, katanya, pelanggaran HAM itu dilegalkan negara. "Ada SOP-nya, sengaja melanggar hak-hak rakyat, itu zaman Orde Baru, sekarang tidak ada. Indonesia tidak takut lagi kalau akan menghadiri sidang PBB," ujarnya.
"Dulu, sidang umumnya Agustus, pada bulan Mei sudah kasak-kusuk mengirim orang ke Mesir, ke negara lain, untuk minta tolong kalau bahas Indonesia, jangan disetujui ya. Sekarang DK PBB tidak lagi menggagendakan pembahasan pelanggaran HAM di Indonesia, karena memang tidak ada lagi," ujarnya.
Kini, "cara" pelanggaran HAM itu berubah bentuk, dari rakyat secara komunal terhadap rakyat alias secara horizontal atau malah oleh rakyat terhadap aparatur negara. Contoh terkini, kerusuhan berlatar rasial hanya karena desas-desus melalui SMS di Kabupaten Sumbawa, NTB, pada 22 Januari lalu.
"Kalau dulu polisi tempeleng rakyat, sekarang rakyat tempeleng polisi pada era reformasi," ujar Mahfud yang disambut tepuk tangan disertai tawa ratusan peserta kualiah umum dan dialog publik itu.
(A058/Z003)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013