"Pernyataan bahwa Presiden Jokowi tidak boleh berpihak dukung salah satu capres di 2024 adalah pernyataan sesat dan ngawur yang menunjukkan kekalutan dan kekhawatiran kalahnya bacapres dukungannya di 2024 dan tidak punya dasar hukum yang benar," kata Silfester dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Sebab, kata dia, sistem perundang-undangan di Indonesia pada dasarnya tidak melarang presiden, wakil presiden, hingga kepala daerah yang sedang menjabat memberi dukungan kepada kandidat bakal capres dan cawapres tertentu.
"Yang tidak boleh memihak dan mendukung itu adalah Anggota TNI, Polri, ASN, Perangkat Desa, Perangkat Peradilan, BUMN, BPK dan Bank Indonesia," ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, undang-undang memperbolehkan presiden dan wakil presiden untuk ikut berkampanye. Sebagaimana Pasal 281 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang mengatur bahwa presiden dan wakil presiden boleh ikut kampanye peserta pemilu, sepanjang mengajukan cuti dan tidak mempergunakan fasilitas negara.
"Jadi baik secara etika, moral dan perundang-undangan tidak ada yang dilanggar Pak Jokowi," imbuhnya.
Sebaliknya, dia menilai seharusnya pemimpin yang berhasil adalah yang bisa mengkader penggantinya karena sangat penting untuk masa depan Indonesia ke depannya.
"Yang dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan mampu meneruskan semua program dan hal-hal yang baik yang sudah dibuat Pak Jokowi, termasuk tantangan ke depan dalam pergaulan internasional," terangnya.
Sehingga, ujarnya lagi, wajar bila sebagian besar organisasi relawan dan pendukung Jokowi belum mendeklarasikan bakal capres, sebab harus cermat dan yakin, serta masih menunggu pula diskusi, arahan dan komando dari Jokowi.
"Hampir semua kita yakin Pak Jokowi tidak akan sembarang memilih dan pastinya akan benar benar menyerap aspirasi dari seluruh masyarakat dan akan mendiskusikan dengan partai-partai, termasuk dengan para relawan," tuturnya.
Dia juga meluruskan pernyataan yang menyebutkan Presiden Jokowi merupakan petugas partai. Menurutnya, Jokowi bukanlah petugas partai, melainkan merupakan seorang Presiden yang mandataris rakyat sesuai undang-undang.
"Karena diksi petugas partai itu tidak ada dalam undang-undang ketatanegaraan Indonesia. Kalau disebut petugas partai berarti ada yang menyuruh, dan berarti yang menyuruh adalah atasan atau pemilik partai. Mau jadi apa bangsa kita kalau Presiden harus tunduk kepada pemilik Partai?" kata dia.
Baca juga: Solmet sebut dukungan untuk capres-cawapres menunggu arahan Jokowi
Baca juga: Ketum Solmet: Presiden minta relawan kawal dan sukseskan Pemilu 2024
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2023